Jumat, 27 Agustus 2010

Perhatian Bagi Para Pembaca Blog saya

Dari : Al-Ust. Abu Juwairiyah Robiyanto Ibrahim As-Salafy Al-Atsari Al-Guruntaluwi
Pengasuh Pondok Pesantren Ar-Rahman Batudaa

Assalamu’alaikum warahmatullohi warabakatuh
Bagi para pembaca dan peminat blog saya, saya belum bisa mengupdate artikel saya, karena saya masih ditengah kesibukan di dalam penyelesaian studi, maka yang kami bisa buat adalah mengupdate kajian2 yang ada pada blog kami. Semoga antum semua mendapatkan faidah dari hal-hal yang kami terbitkan, Syukron ‘Ala Ihtimamikum, wajazakumulloh Khoiron Jaza’.

Sebelum terlanjur…!!! Jangan salah pilih..!!! (Kriteria calon istri idaman !!!)

Di susun oleh : Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja bin Abidin As-Soronji
Diterbitkan oleh : Al-Akh. Abu Juwairiyah Robiyanto Ibrahim As-Salafy Al-Atsari Al-Guruntaluwi

Istri yang bisa membahagiakan suami merupakan idaman, dambaan, dan impian setiap lelaki. Oleh karena itu mencari calon istri bukanlah perkara yang sepele, bahkan ia merupakan perkara yang sakral yang hendaknya setiap lelaki berusaha sebisa mungkin untuk meraih calon istri yang terbaik. Barangsiapa yang salah melangkah tatkala memilih calon istri maka ia akan menyesal dengan penyesalan yang sangat dalam, bagaimana tidak?? istri adalah teman hidup untuk waktu yang bukan hanya sebentar, tetapi bertahun-tahun…, bahkan bisa sebagai teman hidupnya hingga akhir hayatnya…?. Bayangkanlah…, seandainya istri yang menemani perjalanan hidupnya adalah wanita yang baik yang selalu membahagikan hatinya, yang menyejukkan mata jika dipandang…, oh… sungguh nikmat perjalanan hidupnya itu. Namun bayangkanlah seandainya yang terjadi adalah sebaliknya??,
Bayangkanlah jika teman perjalanan hidup anda adalah seorang wanita yang selalu membuat hati anda jengkel, selalu menghabiskan harta anda, selalu melanggar perintah anda, selalu dan selalu…, sungguh perjalanan hidup yang sangat buruk sekali.
Karenanya wajar jika kita dapati sebagian para bujangan bagitu berhati-hati dalam mencari belahan jiwanya??, sampai-sampai kita dapati ada yang bertahun-tahun mencari informasi untuk mencari istri yang ideal, persyaratan yang bertumpuk dipasangnya demi mendapatkan calon yang ideal, namun….akhirnya iapun tak mampu mendapatkan wanita sesuai dengan persyaratan (kriteria) yang telah dicanangkannya??, akhirnya persyaratan yang dipasangnyapun harus ia gugurkan satu-demi satu hingga ia bisa mendapatkan istri.
Pintu mencari istri ini ternyata bukan hanya terbuka bagi para bujangan, namun ia terbuka lebar juga bagi para suami yang masih beristri satu atau beristri dua, atau bahkan yang beristri tiga. Bahkan bisa jadi sebagian mereka yang lebih bersemangat dibandingkan para pemuda yang masih setia membujang !!?
Seseorang yang telah beristri biasanya lebih mudah dalam menentukan istri yang ideal karena ia telah banyak memakan garam dengan istri lamanya, ia lebih mengenal seluk beluk kehidupan wanita, intinya ia lebih mengetahui medan yang akan dihadapinya sehingga petualangannya mencari istri baru lebih mudah dijalaninya. Berbeda dengan orang yang masih bujang, yang belum mengenal medan yang akan ditempuhnya, ia hanya mengandalkan instingnya. Terkadang ia berhasil memperoleh istri idamannya dan tidak jarang iapun terperosok dalam jebakan sehingga akhirnya ia mendapatkan istri yang selalu menggelisahkan hatinya. Terkadang informasi yang ia dapatkan tentang calon istrinya tidak sesuai dengan kenyataan…., apalagi sebagian para bujangan terlalu terburu-buru ingin cepat menikah (walaupun terkadang niatnya baik agar tidak terjatuh dalam kemasiatan), namun sifat terburu-buru ini terkadang membawa kemudhorotan baginya karena ia tidak mencari informasi tentang sifat-sifat calon istrinya dengan baik akhirnya iapun tertipu.
Berkata Syaikh Abdulmuhsin Al-Qosim, “Sifat-sifat batin wanita dan akhlaknya tidak nampak hakikatnya kecuali setelah menikah. Betapa banyak wanita yang dipuji akan sifat-sifatnya kemudian di kemudian hari ternyata sifat-sifatnya malah sebaliknya”
Oleh karena itu penulis mencoba untuk memaparkan sedikit penjelasan para ulama tentang kriteria-kriteria istri idaman menurut ajaran Islam, yang tentunya jika seseorang berhasil mendapatkan istri yang sesuai dengan kriteria-kriteria tersebut maka insya Allah ia akan menjalani hidup dengan penuh kebahagiaan. Dan bagi para petualang pencari istri bisa memasang persyaratan (kriteria) calon yang diharapkannya dengan persyaratan-persyaratan yang wajar dan masuk akal, selain itu ia bisa menimbang manakah diantara keriteria-kriteria tersebut yang tetap harus ada dan manakah yang masih bisa digugurkan mengingat sikon. Kriteria-kriteria tersebut adalah:

1. Taat beragama dan berakhlak baik
Begitu banyak hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan wanita shalihah, diantaranya:
عن أنس رضي الله عنه أن رسول الله  قال مَنْ رَزَقَهُ اللهُُ امرأةً صَالِحَةً فَقَدْ أَعَانَهُ عَلَى شَطْرِ دِيْنِهِ فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي الشَّطْرِ الْبَاقِي
Dari Anas bin Malik  bahwasanya Rasulullah  bersabda, “Barangsiapa yang Allah memberikan rizki kepadanya berupa istri syang shalihah berarti Allah telah menolongnya melaksanakan setengah agamanya, maka hendaknya ia beratkwa kepada Allah untuk (menyempurnakan) setengah agamanya yang tersisa”
Dari Abu Hurairah dari Nabi  bersabda,
تُنْكَحُ المَرْأةُ لأَرْبَعِ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وجَمَالِهَا ولِدِيْنِهَا فَاظْفَرْ بِذاتِ الدين تَرِبَتْ يَدَاك
“Wanita dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, karena martabatnya, karena kecantikannya, dan karena agamanya, maka hendaklah engkau mendapatkan wanita yang baik agamanya (jika tidak kau lakukan) maka tanganmu akan menempel dengan tanah”
Ada dua pendapat di kalangan para ulama dalam memahami hadits ini .
Pendapat pertama, hadits ini menunjukan akan disunnahkannya seseorang mencari istri dengan memperhatikan empat perkara tersebut (harta, kedudukan (martabat), kecantikan dan agama). Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Hajar
Sabda Rasulullah  “karena hartanya” karena jika sang wanita kaya maka ia tidak akan menuntut suaminya untuk melakukan hal-hal yang tidak dimampuinya, dan ia juga tidak memberatkan suaminya dalam nafkah keluarga dan yang lainnya”
Pendapat kedua, hadits ini hanyalah menjelaskan kenyataan yang terjadi di masyarakat bahwa yang mendorong mereka menikah ada empat perkara. Dan yang disunnahkah hanyalah menikah karena mencari wanita yang baik agamanya sebagaimana sabda Nabi  dalam hadits tersebut “maka hendaklah engkau mendapatkan wanita yang baik agamanya”. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Imam An-Nawawi. Beliau berkata, “Yang benar tentang makna hadits ini adalah Nabi  mengabarkan tentang kenyataan yang biasanya terjadi di masyarakat, (mereka tatkala ingin menikah) dalam rangka mencari empat perkara ini, dan (biasanya) yang menjadi pilihan yang terakhir adalah wanita yang beragama, maka hendaknya engkau yang ingin mencari istri, dapatkanlah wanita yang baik agamanya. Bukan maksud hadits ini bahwasanya Nabi  memerintahkan kita untuk mencari empat perkara ini”
Namun menikah karena tiga perkara yang lainnya (harta, martabat, dan kecantikan) hukumnya boleh, akan tetapi tidaklah dikatakan bahwasanya hal itu sunnah jika hanya bersandar dengan hadits ini. Al-Qurthubi berkata, “Makna dari hadits ini adalah empat perkara tersebut merupakan pendorong seorang pria menikahi seorang wanita, hadits ini adalah kabar tentang kenyataan yang terjadi, dan bukanlah makna hadits bahwasanya Nabi  memerintahkan untuk mencari empat perkara tersebut, bahkan dzohir hadits ini menunjukan bolehnya menikah dengan tujuan salah satu dari empat perkara tersebut, namun tujuan mencari yang baik agamanya lebih utama”
Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan bahwa hadits ini menunjukan tidak mengapa bagi seseorang untuk menikahi wanita dengan motifasi keempat perkara ini. Sebab Nabi  tatkala menyebutkan kenyataan yang ada di masyarakat bahwasanya mayoritas para lelaki yang menikahi para wanita motifasi mereka adalah salah satu dari keempat perkara ini, Nabi  tidak mengingkari hal ini, hanya saja Nabi  menganjurkan untuk mencari wanita yang beragama baik.
Syaikh Sholeh Fauzan –Hafdzohullah- menjelaskan bahwasanya hendaknya seseorang memilih wanita yang taat beragama karena wanita yang taat beragama tidaklah mendatangkan kecuali hanya kebaikan. Hal ini berbeda dengan wanita yang berharta, atau yang berpamor tinggi, atau yang cantik karena mereka terkadang bisa mendatangkan kemudhorotan. Seperi wanita yang berharta, harta wanita tersebut bisa jadi menjadikan sang lelaki atau sang wanita lalai dan akhirnya menimbulkan hubungan suami istri yang jelek, demikian juga wanita berkasta tinggi atau memiliki pamor dihadapan masyarakat terkadang bisa menimbulkan akibat yang buruk seperti sang wanita tersebut merasa tinggi dan sok dihadapan sang lelaki, demikian juga kecantikan bisa menimbulkan kemudhorotan bagi sang lelaki. Berbeda dengan wanita yang sholihah, ia akan mendatangkan kemaslahatan”
Demikianlah Islam menjadikan akhlak yang baik dan taat beragama merupakan timbangan utama untuk memilih seorang istri, namun hal ini tidaklah berarti Islam tidak memperhatikan faktor-faktor lain seperti kecantikan, kecerdasan, keperawanan, dan martabat. Akan tetapi Islam menegaskan dan mengingatkan bahwa hendaknya akhlak yang baik dan sifat taat beragama merupakan faktor dan timbangan utama dalam memilih istri. Adapun jika berkumpul faktor-faktor yang lain bersama faktor agama maka sungguh indah hal ini. Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, “Dan jika terkumpul bersama dengan sifat taat beragama faktor kecantikan, harta, dan martabat, maka inilah cahaya di atas cahaya…”

2. Cantik dan sejuk dipandang
Tabi’at dan naluri manusia mendambakan dan merindukan kecantikan, jika ia tidak memperoleh kecantikan maka seakan-akan ada sesuatu yang kurang yang ingin diraihnya. Dan jika ia telah meraih kecantikan tersebut maka seakan-akan hatinya telah tenang dan seakan-akan kebahagian telah merasuk dalam jiwanya. Oleh karena itu Syari’at tidak melalaikan kecantikan sebagai faktor penting dalam memilih istri. Diantara bukti yang menunjukan pentingnya faktor yang satu ini, bahwasanya kecintaan dan kedekatan serta kasih sayang akan semakin terjalin jika faktor ini telah terpenuhi.
Dari Al-Mughiroh bin Syu’bah  bahwasanya beliau melamar seorang wanita maka Nabi pun berkata kepadanya
اُنْظُرْ إِلَيْهَا فَإِنَّهُ أَحْرَى أَْن يُؤْدِمَ بَيْنَكُمَا
Lihatlah ia (wanita yang kau lamar tersebut) karena hal itu akan lebih menimbulkan kasih sayang dan kedekatan diantara kalian berdua
Oleh karenanya disunnahkan bagi seseorang untuk mencari wanita yang cantik jelita.
Berkata Ibnu Qudamah, “Hendaknya ia memilih wanita yang cantik jelita agar hatinya lebih tentram serta ia bisa lebih menundukkan pandangannya dan kecintaannya (mawaddah) kepadanya akan semakin sempurna, oleh karena itu disyari’atkan nadzor (melihat calon istri) sebelum dinikahi. Diriwayatkan dari Abu Bakar bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm dari Rasulullah  bahwasanya beliau bersabda, إِنَّمَا النِّسَاءُ لُعَبٌ فَإِذَا اتَّخَذَ أَحَدُكُمْ لُعْبَةً فَلْيَسْتَحْسِنْهَا “Para wanita itu ibarat mainan, maka jika salah seorang dari kalian hendak memiliki sebuah mainan maka hendaknya ia memilih mainan yang baik (yang cantik)
Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, “Terkadang seseorang termasuk golongan para pendamba kecantikan maka ia tidak bisa menjaga kemaluannya kecuali jika menikahi wanita yang cantik jelita”
Berkata Al-Munawi, “Jika pernikahan disebabkan dorongan kecantikan maka pernikahan ini akan lebih langgeng dibandingkan jika yang mendorong pernikahan tersebut adalah harta sang wanita, karena kecantikan adalah sifat yang senantiasa ada pada sang wanita adapun kekayaan adalah sifat yang bisa hilang dari sang wanita”

Peringatan 1
Imam Ahmad berkata, “Jika seseorang ingin mengkhitbah (melamar) seorang wanita maka hendaknya yang pertama kali ia tanyakan adalah kecantikannya, jika dipuji kecantikannya maka ia bertanya tentang agamanya. Jika kecantikannya tidak dipuji maka ia menolak wanita tersebut bukan karena agamanya namun karena kecantikannya”
Perkataan Imam Ahmad ini menunjukan akan tingginya fiqh dan pemahaman beliau karena jika yang pertama kali ditanyakan oleh seseorang tentang sang wanita adalah agamanya lalu dikabarkan kepadanya bahwa sang wanita adalah wanita yang shalihah, kemudian tatkala ia memandangnya ternyata sang wanita bukan merupakan seleranya, lantas iapun tidak menikahi wanita tersebut, maka berarti ia telah meninggalkan wanita tersebut padahal setelah ia mengetahui bahwa wanita tersebut adalah wanita yang shalihah.. Jika demikian maka ia telah termasuk dalam celaan Rasulullah  “maka hendaklah engkau mendapatkan wanita yang baik agamanya (jika tidak kau lakukan) maka tanganmu akan menempel dengan tanah”

Peringatan 2
Kecantikan adalah hal yang relatif, terkadang seorang wanita sangatlah cantik di mata seseorang namun menurut orang lain tidaklah demikian, oleh karena itu disyari’atkan bagi seseorang yang hendak menikah untuk melihat calon istrinya sehingga bisa diketahui wanita tersebut cantik atau tidak, dan hendaknya janganlah ia hanya mencukupkan dengan informasi yang masuk kepadanya tentang kecantikan sang wanita tersebut tanpa memandangnya secara langsung.
Allah berfirman
فَانكِحُواْ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَاء (النساء : 3 )
“Maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi…” (QS 4:3)
Berkata Syaikh As-Sa’di, “Ayat ini menunjukan bahwasanya seyogyanya seseorang yang hendak menikah untuk memilih (wanita yang disenanginya), bahkan syari’at telah membolehkan untuk melihat wanita yang hendak dinikahinya agar ia berada di atas ilmu tentang wanita yang akan dinikahinya”
Berkata Syaikh Ibnu Utsaimin, “Sesungguhnya penglihatan orang lain tidak mewakili penglihatan sendiri secara langsung. Bisa jadi seorang wanita cantik menurut seseorang namun tidak cantik menurut orang yang lain. Terkadang seseorang –misalnya- melihat seorang wanita dalam suatu kondisi tertentu bukan pada kondisi sang wanita yang biasanya. Terkadang seseorang dalam kondisi gembira dan yang semisalnya maka ia mengalami kondisi tersendiri. Demikian juga tatkala ia sedang sedih maka ia memiliki kondisi yang tersendiri. Kemudian juga terkadang seorang wanita tatkala mengetahui bahwa ia akan dinadzor maka iapun menghiasi dirinya dengan banyak hiasan-hiasan, sehingga tatkala seorang lelaki memandangnya maka ia menyangka bahwa wanita tersebut sangat cantik jelita, padahal hakekatnya tidaklah demikian”
Namun jika memang seseorang tidak memungkinkan untuk melihat sang wanita secara langsung maka disunnahkan baginya untuk mewakilkan nadzornya kepada wanita yang dipercayainya.
Berkata As-Shon’aanii, “Dan jika tidak memungkinkan untuk melihat sang wanita (secara lagsung) maka disunnahkan untuk mengutus seorang wanita yang dipercaya untuk melihat wanita tersebut kemudian mengabarkan kepadanya sifat-sifat wanita tersebut”
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ  أَرَادَ أَنْ يَتَزَوَّجَ امْرَأَةً فَبَعَثَ امْرَأَةً لِتَنْظُرَ إِلَيْهَا فَقَالَ شُمِّي عَوَارِضَهَا وَانْظُرِي إِلَى عُرْقُوْبَيْهَا
Dari Anas bin Malik  bahwasanya Nabi  ingin menikahi seorang wanita maka beliau pun mengutus Ummu Salamah untuk melihat wanita tersebut seraya berkata, ((Ciumlah (bau) gigi ‘aridhnya (yaitu gigi-gigi yang terletak antara gigi seri dan gigi geraham) dan lihatlah ‘uqrubnya (‘uqrub adalah bagian belakan mata kaki yang terletak antara betis dan sendi (tungkak) kaki) ))

Peringatan 3 (Syarat bolehnya melihat calon istri)
Berkata Syaikh Ibnu Utsaimin, ((Syarat untuk boleh melihat calon istri ada enam :
1. Tidak berkholwat (berdua-duaan) dengan sang wanita tatkala memandangnya.
Karena sang wanita masih merupakan wanita ajnabiah bagi sang lelaki. Dan wanita ajnabiah tidak boleh berkholwat dengan seorang lelaki karena Nabi  bersabda
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ وَمَعَهَا ذُوْ مَحْرَمٍ
Dan janganlah seorang lelaki berdua-duaan dengan seorang wanita kecuali jika sang wanita bersama mahromnya
Dan larangan ini menunjukan akan haramnya hal ini.
Rasulullah  juga bersabda
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ كَانَ ثَالِثُهُمَا الشَّيْطَانُ
Tidaklah seorang lelaki berdua-duaan dengan seorang wanita kecuali syaitan adalah orang ketiga diantara mereka berdua
Hadits ini menunjukan bahwa pengharamannya yang ditekankan
Jika memungkinkan baginya untuk menadzor sang wanita melalui kesepakatan dengan wali sang wanita yaitu sang wali ikut hadir bersamanya maka ia bisa melakukannya. Dan jika tidak memungkinkan maka boleh baginya untuk bersembunyi ditempat yang biasanya dilewati oleh sang wanita dan tempat-tempat yang semisalnya kemudian ia melihat kepada sang wanita tersebut.
2. Hendaknya memandangnya dengan tanpa syahwat karena nadzor (memandang) wanita ajnabiah karena syahwat diharamkan. Dan maksud dari melihat calon istri adalah untuk mengetahui kondisinya bukan untuk menikmatinya
3. Hendaknya ia memiliki prasangka kuat bahwa sang wanita akan menerima lamarannya.
Jika dikatakan bagaimana ia bisa tahu bahwa ia akan diterima oleh sang wanita (ada kemungkinan bahwa lamarannya diterima-pen)??.
Jawabannya bahwsanya Allah menjadikan manusia bertingkat-tingkat sebagaimana firmanNya
نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُم مَّعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُم بَعْضاً سُخْرِيّاً وَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ (الزخرف : 32 )
Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain. (QS. 43:32)
Jika salah seorang tukang sapu maju untuk melamar anak seoang mentri maka biasanya ia akan ditolak. Demikian juga seseorang yang telah tua dan tuli ingin maju melamar seorang gadis yang cantik maka ia tentunya memiliki persangkaan kuat bahwa ia akan ditolak.
4. Hendaknya ia memandang kepada apa yang biasanya nampak (terbuka) dari tubuh sang wanita.
Seperti wajah, leher, tangan, kaki, dan yang semisalnya. Adapun ia melihat bagian-bagian tubuh sang wanita yang biasanya tidak terbuka maka hal ini tidak diperbolehkan. Perkataan “yang biasanya (nampak dari diri seorang wanita)” terkait dengan ‘urf (adat) yang berlaku di zaman As-Salaf As-Sholeh bukan dengan adat sembarang orang . Karena kalau hal ini kita kembalikan kepada adat setiap orang maka perkaranya akan tidak teratur dan akan timbul banyak perselisihan. Akan tetapi maksudnya adalah apa yang biasanya terbuka pada diri sang wanita dihadapan mahromnya. Dan yang paling penting dalam hal ini adalah wajah.
Syaikh Utsaimin juga memboleh sang wanita untuk menampakkan rambutnya kepada sang lelaki yang hendak melamarnya.
Dan boleh juga sebaliknya bagi sang wanita untuk melihat kepada sang lelaki, melihat kepada wajahnya, kakinya, lehernya, dan rambutnya sebagaimana sang lelaki melihatnya, karena kedua belah pihak butuh untuk melihat pasangannya.
5. Hendaknya ia benar-benar bertekad untuk melamar sang wanita. Yaitu hendaknya pandangannya terhadap sang wanita itu merupakan hasil dari keseriusannya untuk maju menemui wali wanita tersebut untuk melamar putri mereka. Adapun jika ia hanya ingin berputar-putar melihat-lihat para wanita (satu per satu) maka ia tidaklah diperbolehkan.
6. Hendaknya sang wanita yang dinadzornya tidak bertabarruj, memakai wangi-wangian, memakai celak, atau yang sarana-sarana kecantikan yang lainnya. Karena bukanlah maksudnya sang lelaki ditarik hatinya untuk menjimaki sang wanita hingga sang wanita berpenampilan dan bermacak sebagaimana seorang wanita yang berhias di hadapan suaminya agar menarik suaminya untuk berjimak. Hal ini juga bisa menimbulkan fitnah, dan asalnya adalah haram karena ia masih merupakan wanita ajnabiah. Selain itu sikap sang wanita yang demikian ini dihadapan sang lelaki pelamar akan memberikan akibat buruk kepada sang lelaki, karena jika sang lelaki kemudian menikahinya lalu mendapatinya tidak sebagaimana tatkala ia menadzornya maka jadilah ia tidak tertarik lagi kepadanya, serta berubahlah penilaian sang lelaki kepadanya. Terutama bahwasanya syaitan menghiasi dan menjadikan wanita yang tidak halal bagi seorang lelaki lebih canti dipandangan lelaki tersebut dibanding istrinya. Oleh karena itu engkau dapati –semoga Allah melindungi kita- sebagian orang istrinya sangat cantik jelita, kemudian ia melihat seorang wanita yang jelek namun wanita tersebut menjadikannya bernafsu, karena syaitan menghiasi sang wanita tersebut dipandangan sang lelaki karena wanita tersebut tidak halal baginya. Jika tergabung antara perbuatan syaitan ini dengan tingkah sang wanita yang juga berhias diri sehingga menambah kecantikannya dan keindahannya, lantas setelah pernikahan sang lelaki mendapati sang wanita tidak sebagaimana gambarannya maka akan timbul akibat yang buruk))
Boleh bagi sang lelaki untuk mengulang-ngulangi nadzor kepada sang wanita karena sabda Nabi 
إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ الْمَرْأَةَ فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ مِنْهَا إِلَى مَا يَدْعُوْهُ إِلَى نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ
Jika salah seorang dari kalian ingin melamar seorang wanita maka jika dia mampu untuk memandang pada wanita tersebut apa yang mendorongnya untuk menakahi sang wanita maka hendaknya ia lakukan
Jika pada nadzor yang pertama yang dilakukannya ia tidak mendapati pada diri wanita tersebut apa yang memotivasinya untuk menikahi sang wanita maka hendaknya ia menadzor lagi sang wanita untuk yang kedua kali dan yang ketiga kalinya.

Hukum berbicara dengan wanita yang akan dikhitbah??, atau dengan wanita yang sudah ia khitbah namun belum akad nikah??
Syaikh Utsaimin berkata, “Suara wanita bukanlah aurat berdasarkan nas Al-Qur’an. Allah berfirman kepada Ummahatul Mukminin para istri Nabi 
فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ (الأحزاب : 32 )
Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya (QS. 33:32)
Firman Allah ((Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara)) merupakan idzin (bagi wanita) untuk berbicara dengan lelaki, dan suara wanita boleh untuk didengar oleh lelaki akan tetapi tanpa menunduk-nundukan suara tatkala berbicara. Demikian juga para wanita di zaman Nabi , seorang diantara mereka datang menemui Rasulullah  di majelis beliau  dan bertanya kepada beliau  dan para lelaki hadir tatkala itu. Maka tidak mengapa bagi seorang lelaki untuk mendengar suara seorang wanita. Akan tetapi sekarang permasalahannya apakah para lelaki yang mendengar suara wanita menikmati dan berlezat-lezat mendengarkan suara wanita tersebut?. Maka yang bertanggung jawab adalah sang lelaki yang berlezat-lezat mendengar suara wanita. Adapun suara wanita itu sendiri bukanlah aurat”
Demikian juga fatwa Syaikh Bin Baaz bahwa suara wanita bukanlah aurat.
Jika pembicaraan yang terjadi antara seorang lelaki dengan wanita yang akan dikhitbahnya adalah pembicaraan yang biasa sebagaimana jika sang lelaki berbicara dengan wanita yang lainnya, maka hal ini tidak mengapa. Dan ini merupakan pendapat Syaikh Bin Baaz dan dzohir dari perkataan Syaikh Al-Albani (sebagaimana akan datang), karena asalnya suara wanita bukanlah aurat.
Syaikh Bin Baaz berkata, “Boleh bagi seorang lelaki jika ingin mengkhitbah seorang wanita untuk berbicara dengan wanita yang akan dikhitbahnya tersebut, dan boleh untuk memandangnya dengan tanpa kholwat….dan memandang lebih parah daripada berbicara (padahal melihat wanita yang akan dikhitbah diperbolehkan maka bagaimana lagi dengan berbicara-pen). Maka jika pembicaraan dengan sang wanita tentang perkara-perkara yang berkaitan dengan pernikahan atau tempat tinggal, perjalanan hidup sang wanita hingga diketahui apakah sang wanita mengetahui ini dan itu, maka tidaklah mengapa jika sang lelaki ingin mengkhitbahnya. Adapun jika ia tidak ingin mengkhitbahnya maka tidak boleh baginya untuk berbicara dengannya. Namun selama ia ingin mengkhitbahnya maka tidak mengapa baginya untuk membahas dengan sang wanita perkara-perkara yang berkaitan dengan khitbah, tentang keinginannya menikahi sang wanita, dan sang wanita juga demikian tanpa adanya kholwat, akan tetapi dari jarak jauh (misalnya melalui telepon-pen ) atau ditemani ayahnya atau saudara laki-lakinya atau ibunya dan yang semisalnya”
Syaikh Bin Baaz juga ditanya, “Apa hukum pembicaraan melalui telepon antara seorang lelaki dengan wanita yang telah dikhitbahnya, dan maksud dari pembicaraan ini adalah untuk (lebih) saling mengenal sebelum keduanya terikat dengan tali pernikahan..??”
Syaikh Bin Baaz Menjawab, “Kami tidak mengetahui adanya larangan pembicaraan antara seorang lelaki dengan wanita yang telah dikhitbahnya jika pembicaraan yang berlangsung terlepas dari perkara-perkara yang dilarang dan tidak mengantarkan kepada keburukan akan tetapi maksudnya adalah untuk saling mengenal (menjajaki), yang lelaki bertanya dan yang wanita juga bertanya. Hal ini tidak mengapa. Sang wanita bertanya tentang keadaan sang lelaki, pekerjaannya…, dan sang lelaki juga bertanya kepada sang wanita dengan pertanyaan-pertanyaan yang semisal dengan maksud untuk lebih mendapatkan keyakinan sebelum melanjutkan pada jenjang pernikahan, maka hal ini tidak mengapa. Adapun jika maksud dari pembicaraan adalah selain dari pada itu seperti untuk menikmati suara sang lelaki atau suara sang wanita atau membuat janji-janji yang akhirnya mengantarkan kepada perbuatan keji maka inilah yang tidak diperbolehkan. Maka yang wajib bagi mereka berdua adalah berbicara pada perkara-perkara yang memang diperlukan dalam urusan khitbah.. Adapun perkara-perkara yang dikhawatirkan bisa menimbulkan fitnah maka wajib untuk dijauhi”
Jika seorang lelaki kawatir dirinya tatkala berbicara dengan sang wanita melalui telepon bisa menimbulkan fitnah –atau ia berledzat-ledzatan dengan pembicaraan tersebut sehingga pembicaraannya melebar dan tidak ada kaitannya dengan proses khitbah- maka hendaknya dia tidak berbicara dengan sang wanita. Oleh karena itu Syaikh Ibnu Utsaimin pernah berkata, “Bolehkah bagi sang lelaki untuk berbicara dengan sang wanita (yang mau ia nadzor)?, jawabannya adalah tidak, karena pembicaraan lebih memotivasi syahwat dan rasa nikmat mendengar suaranya. Oleh karena itu Nabi  berkata, ((Hendaknya ia melihat kepadanya)), dan tidak berkata, ((Hendaknya ia mendengar suaranya))”
Terlebih lagi jika sang lelaki telah mengkhitbah sang wanita, maka biasanya mereka berdua merasa seakan-akan telah terangkat hijab yang membatasi mereka berdua, seakan-akan telah ada perasaan khusus yang mengalir di hati mereka berdua. Perasaan khusus inilah yang dimanfaatkan oleh syaitan untuk menggelincirkan mereka berdua, padahal sang wanita hukumnya adalah masih wanita ajanabiah bagi sang lelaki sebagaimana wanita-wanita yang lainnya. Oleh karena itu pembicaraan yang terjadi antara seorang lelaki dengan wanita yang telah dikhitbahnya biasanya lebih dikawtirkan lagi bahayanya.
Syaikh Al-Albani pernah ditanya, “Bolehkah aku berbicara dengan wanita yang telah aku khitbah (lamar) melalui telepon?”, maka beliau menjawab, “Tidak boleh selama engkau belum melaksanakan akad nikah dengannya”. Penanya berkata, “Meskipun aku meneleponnya dalam rangka untuk menasehatinya?”, Syaikh berkata, “Tidak boleh”
Penanya berkata, “Bolehkah aku -tatkala mengunjunginya- berbicara dengannya jika dia disertai mahromnya?”, Syaikh berkata, “Boleh, akan tetapi engkau hanya boleh berbicara dengannya sebagaimana engkau berbicara dengan wanita yang lain”

Peringatan 4
Sebagian salaf membenci untuk menikahi wanita yang terlalu cantik, berkata Al-Munawi, “…dan para salaf membenci wanita yang terlalu cantik karena hal ini menimbulkan sikap mentang-mentang (terlalu pede) pada wang wanita yang akhirnya mengantarkannya kepada sikap perendahan terhadap sang pria”
Ada sebuah hadits yang menunjukan larangan menikahi seorang wanita karena selain agamanya, dari Abdullah bin ‘Amr  dari Nabi  beliau bersabda
لاَ تُنكِحوا النساءَ لِحُسْنِهن فَلَعَلَّهُ يُرْدِيْهِنَّ، ولا لِمَالِهِنَّ فَلَعَلَّهُ يُطْغِيْهِنَّ وَانْكِحُوْهُنَّ لِلدِّيْنَ. وَلَأَمَةٌ سَوْدَاءُ خَرْمَاءُ ذاتُ دِينٍ أَفْضَلُ
“Janganlah kalian menikahi para wanita karena kecantikan mereka karena bisa jadi kecantikan mereka menjerumuskan mereka kedalam kebinasaan (karena akan menimbulkan sifat ujub dan takabbur pada mereka), dan janganlah kalian menikahi para wanita karena hartanya karena bisa jadi harta mereka menjadikan mereka berbuat hal-hal yang melampaui batas (menjatuhkan mereka kedalam kemaksiatan dan kejelekan), namun nikahilah para wanita karena agama mereka, sesungguhnya seorang budak wanita yang hitam dan terpotong sebagian hidungnya dan telinga yang berlubang namun agamanya baik itu lebih baik”
Namun hadits ini lemah, tidak bisa dijadikan hujjah.

7. Hendaknya wanita tersebut sangat penyayang dan subur (mudah beranak banyak)
عن مَعْقِل بن يَسَارٍ  قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ  فَقَالَ "إِنِّي أَصَبْتُ امرأةً ذَاتَ حَسَبٍ وَجَمَالٍ وَإِنَّهَا لاَ تَلِدُ أَفَأَتَزَوَّجُهَا؟"، قَالَ: "لاَ". ثُمَّ أَتَاهُ الثَّانِيَةَ فَنَهَاهُ، ثُمَّ أَتَاهُ الثَّالِثَةَ فَقَالَ: "تََزَوَجُوْا الوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ فإني مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ
Dari Ma’qil bin Yasar  berkata, “Datang seorang pria kepada Nabi  dan berkata, “Aku menemukan seorang wanita yang cantik dan memiliki martabat tinggi namun ia mandul apakah aku menikahinya?”, Nabi  menjawab, “Jangan !”, kemudian pria itu datang menemui Nabi  kedua kalinya dan Nabi  tetap melarangnya, kemudian ia menemui Nabi  yang ketiga kalinya maka Nabi  berkata, “Nikahilah wanita yang sangat penyayang dan yang mudah beranak banyak karena aku akan berbangga dengan kalian dihadapan umat-umat yang lain”
عن أنس بن مالك  قال كَانَ رَسُوْلُ اللهِ  يَأْمُرُ بِالبَاءَةِ وَيَنْهَى عَنِ التَّبَتُّلِ نَهْيًا شَدِيْدًا وَيَقُوْلُ تَزَوَّجُوْا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ فَإِنِّي مُكَاثِرُ الْأَنْبِيَاءِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Anas bin Malik  berkata, “Rasulullah  memerintahkan untuk menikah dan melarang keras untuk membujang dan berkata, “Nikahilah wanita yang sangat penyayang dan yang mudah beranak banyak karena aku akan berbangga dengan kalian dihadapan para nabi pada hari kiamat ”
Berkata As-Sindi mengomentari hadits ini “Perkataan pria tersebut ((namun ia tidak bisa punya anak)), seakan-akan ia mengetahui hal itu (wanita tersebut tidak bisa punya anak) karena wanita tersebut tidak lagi haid, atau wanita tersebut pernah menikah dengan seorang pria namun ia tidak melahirkan. ((Al-Wadud)) yaitu sangat menyayangi suaminya , yang dimaksud di sini adalah wanita perawan atau (sifat penyayang itu) diketahui dengan keadaan kerabatnya, demikian juga sifat mudah punya banyak anak pada seorang wanita perawan (diketahui dengan melihat kerabatnya-pen). Perlu mencari wanita yang sangat penyayang padahal yang dituntut adalah banyak anak –sebagaimana Keterangan Nabi  (untuk berbangga dengan jumlah pengikut dihadapan umat-umat yang lain)- karena rasa cinta dan sayang mengantarkan kepada banyaknya anak. ((Aku berbangga dengan kalian)) yaitu dihadapan para nabi yang lain sebagaimana dalam riwayat Ibnu Hibban ”
Berkata As-Shaon’ani, “Hadits ini menunjukan bahwa bolehnya berbangga-banggaan pada hari akhirat, karena barangsiapa yang umatnya paling banyak berarti pahala yang diperolehnya juga paling banyak, karena ia memperoleh seperti pahala pengikutnya”
Berkata Syamsulhaq Al-‘Adzim Abadi, “Nabi  menyebutkan dua sifat ini karena wanita yang mudah beranak banyak jika tidak memiliki sifat penyayang maka sang suami tidak menyenanginya, dan sebaliknya jika penyayang namun tidak mudah beranak banyak maka tujuan yang diharapkan yaitu memperbanyak umat Islam dengan banyaknya kelahiran tidak terealisasikan”
Wanita yang mudah beranak banyak dan sangat penyayang kepada suaminya jika disertai dengan keshalihan maka ia termasuk penduduk surga. Dari Ka’ab bin ‘Ujroh , ia berkata, Rasulullah  bersabda:
أَلآ أُخْبِرُكُمْ بِرِجالِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةْ ؟؟، النَّبِيُّ فِي الْجَنَّةِ وَالصِّدِّيْقُ فِي الْجَنَّةِ وَالشَّهِيْدُ فِي الْجَنَّةِ وَالْمَوْلُوْدُ فِي الْجَنَّةِ وَالرَّجُلُ يَزُوْرُ أَخَاهُ فِي نَاحِيَةِ الْمِصْرِ لاَ يَزُوْرُهُ إِلاَّ للهِ عَزَّ وَجَلَّ وَنِسَاؤُكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ الْوَدُوْدُ الْوَلُوْدَ الْعَؤُوْدُ عَلَى زَوْجِهَا الَّتِي إِذَا غَضِبَ جَاءَتْ حَتَّى تَضَعَ يَدَهَا فِي يَدِ زَوْجِهَا وَتَقُوْلُ لاَ أَذُوْقُ غَمْضًا حَتَّى تَرْضَى
“Maukah aku kabarkan tentang para lelaki dari kalian yang masuk surga?, Nabi di surga, As-Siddiq di surga, orang yang mati syahid di surga, anak kecil yang meninggal di surga, orang yang mengunjungi saudaranya di ujung kota dan ia tidak mengunjunginya kecuali karena Allah. Dan istri-istri kalian yang akan masuk surga yaitu yang mudah beranak banyak lagi sangat penyayang kepada suaminya, serta yang selalu datang kembali yaitu jika suaminya marah maka iapun datang kembali kepada suaminya dan meletakkan tangannya di tangan suaminya dan berkata, “Aku tidak akan merasakan ketenganan hingga engkau ridha”

Peringatan
Berkata Syaikh Ibnu Utsaimin, ((Sesungguhnya banyaknya umat merupakan kejayaan bagi umat tersebut. Waspadalah kalian terhadap perkataan para sekularisme yang berkata, “Banyaknya umat mengakibatkan kemiskinan dan pengangguran”. Bahkan jumlah yang banyak merupakan kemuliaan yang Allah karuniakan kepada bani Israil sebagaimana dalam firmanNya,
وَجَعَلْنَاكُمْ أَكْثَرَ نَفِيراً (الإسراء : 6 )
Dan Kami jadikan kelompok yang lebih besar. (QS. 17:6)
Dan Nabi Syu’aib  mengingatkan kaumnya dengan karunia ini, beliau berkata
وَاذْكُرُواْ إِذْ كُنتُمْ قَلِيلاً فَكَثَّرَكُمْ (الأعراف : 86 )
Dan ingatlah di waktu dahulunya kamu berjumlah sedikit, lalu Allah memperbanyak jumlah kamu. (QS. 7:86)
Maka banyaknya umat merupakan kejayaan, terutama jika bumi tempat mereka tinggal subur dan penuh dengan kekayaan alam yang bisa dimanfaatkan untuk perindustrian. Banyaknya penduduk sama sekali bukanlah merupakan sebab kemiskinan dan pengangguran.
Namun yang sangat disayangkan sebagian orang sengaja memilih wanita yang mandul, wanita yang seperti ini lebih disukai oleh mereka daripada wanita yang subur. Mereka berusaha agar istri-istri mereka tidak melahirkan kecuali setelah empat atau lima tahun setelah pernikahan, dan yang semisalnya. Ini merupakan kesalahan karena hal ini menyelisihi tujuan Nabi . Terkadang mereka berkata, “Jika engkau merawat anak yang banyak maka engkau akan kesulitan”, maka kita katakan, “Jika kalian berprasangka baik kepada Allah maka Allah akan menolong kalian”.
Mereka juga terkadang berkata, “Harta milik kami hanya sedikit”, maka kita katakan kepada mereka,
وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللّهِ رِزْقُهَا (هود : 6 )
Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya (QS. 11:6)
Dan terkadang seseorang melihat bahwa resekinya dilapangkan jika ia memperoleh seorang anak. Seorang pedagang yang aku percayai pernah berkata, “Semenjak aku menikah Allah membukakan pintu rezeki bagiku. Tatkala aku kelahiran anakku si fulan maka dibukakan bagiku pintu rezeki yang lain”. Dan ini jelas diketahui bersama karena Allah berfirman
وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللّهِ رِزْقُهَا (هود : 6 )
Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya (QS. 11:6)
Allah  juga berfirman
وَلاَ تَقْتُلُواْ أَوْلاَدَكُم مِّنْ إمْلاَقٍ نَّحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ (الأنعام : 151 )
Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka (QS. 6:151)
وَلاَ تَقْتُلُواْ أَوْلادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلاقٍ نَّحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُم إنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْءاً كَبِيراً (الإسراء : 31 )
Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. (QS. 17:31)
Allah juga berfirman
إِن يَكُونُوا فُقَرَاء يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ (النور : 32 )
Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. (QS. 24:32)
Intinya bahwasanya pernyataan bahwa banyaknya anak merupakan sebab kemiskinan merupkan pernyataan yang keliru.
Mungkin ada seseorang yang berkata, “Saya lebih suka jika istri saya tetap tampil muda, karenanya saya tidak suka jika ia melahirkan”
Kita katakan, “Tujuan seperti ini tidak mengapa, akan tetapi melahirkan dan banyaknya anak lebih baik dari hal itu”…))

8. Disunnahkan menikahi wanita yang perawan, kecuali jika ada udzur
عن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما قال هَلَكَ أَبِي وَتَرَكَ سَبْعَ بَنَاتٍ أَوْ تِسْعَ بَنَاتٍ فَتَزَوَّجْتُ امْرَأَةً ثَيِّبًا فَقَالَ لِي رَسُوْلُ اللهِ  تَزَوَّجْتَ يَا جَابِرُ فَقُلْتُ نَعَمْ فَقَالَ بِكْرًا أَمْ ثَيِّبًا قُلْتُ بَلْ ثَيِّبًا قَالَ فَهَلاَّ جَارِيَةٌ تُلاَعِبُهَا وَتُلاَعِبُكَ وَتُضَاحِكُهَا وَتُضَاحِكُكَ قَالَ فَقُلْتُ لَهُ إِنَّ عَبْدَ اللهِ هَلَكَ وَتَرَك بَنَاتٍ وَإِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أَجِيْئَهُنَّ بِمِثْلِهِنَّ فَتَزَوَّجْتُ امْرَأَةً تَقُوْمُ عَلَيْهِنَّ وَتُصْلِحُهُنَّ فَقَالَ بَارَكَ اللهُّ لَكَ أَوْ قَالَ خَيْرًا
Dari Jabir bin Abdillah  ia berkata, “Ayahku wafat (dalam riwayat yang lain, استشهد “Ayahku mati syahid”) dan meninggalkan tujuh atau sembilan anak-anak perempuan maka akupun menikahi seorang wanita janda, Rasulullah  berkata kepadaku, “Engkau telah menikah ya Jabir”, aku menjawab, “Iya”, ia berkata, “Gadis atau janda?”, aku menjawab, “Janda”, ia berkata, “Kenapa engkau tidak menikahi yang masih gadis sehingga engkau bisa bermain dengannya dan ia bermain denganmu (saling cumbu-cumbuan), engkau membuatnya tertawa dan ia membuatmu tertawa?” (dalam riwayat yang lain, فََأيْنَ أَنْتَ مِنَ الْعَذَارَى ولُِعَابِها “Dimana engkau dengan gadis perawan dan cumbuannya?” , aku katakan kepadanya, “Sesungguhnya (ayahku) Abdullah wafat dan ia meninggalkan anak-anak perempuan dan aku tidak suka aku membawa bagi mereka seorang wanita yang masih gadis seperti mereka maka akupun menikahi wanita (janda) yang bisa mengurus mereka dan membimbing mereka”. Rasulullah  berkata, “Semoga Allah memberi barokah kepadamu” atau ia mengucapkan خَيْرًا “Baik jika demikian” . (Dalam riwayat yang lain Nabi  berkata, أَصَبْتَ “Tindakanmu benar” , dan dalam riwayat yang lain Jabir berkata, فَدَعَا لِي “Maka Nabi  mendoakan aku” )
An-Nawawi berkata, “Hadits ini menunjukan (sunnahnya) cumbuan lelaki pada istrinya dan bersikap lembut kepadanya, membuatnya tertawa serta bergaul dengannya dengan baik”
Gaids perawan lebih utama untuk dicari karena wanita janda bisa jadi hatinya masih terikat dengan suami sebelumnya sehingga cintanya kepada suami barunya tidak sepenuhnya (tidak sempurna), berbeda dengan gadis yang masih perawan”
Hal ini sebagaimana yang dipahami oleh Ummul mukminin Aisyah, ia berkata,
قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ أَرَأَيْتَ لَوْ نَزَلْتَ وَادِيًا وَفِيْهِ شَجَرَةٌ قَدْ أُكِلَ مِنْهَا وَوَجَدْتَ شَجَرًا لَمْ يُؤْكَلْ مِنْهَا فِي أَيِّهَا كُنْتَ تَرْتَعُ بَعِيْرَكَ؟ قَالَ ((فِي الَّتِي لَمْ يُرْتَعْ مِنْهَا))
تَعْنِي أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ  لَمْ يَتَزَوَّجْ بِكْرًا غَيْرَهَا
“Aku berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika engkau pergi ke sebuah lembah dan di lembah tersebut terdapat sebuah pohon yang sebelumnya telah dimakan (oleh hewan gembalaan) dan engkau mendapatkan pohon yang lain yang sama sekali belum dimakan (oleh hewan gembalaan) maka pohon manakah yang akan engkau gembalakan ontamu?”, Rasulullah  berkata, “Pada pohon yang belum dimakan oleh hewan gembalaan” Maksud ‘Aisyah bahwasanya Rasulullah  tidak menikahi seorang gadis perawanpun kecuali dia.
Ibnul Qoyyim berkata –tatkala beliau menjelaskan bahwa keperawanan merupakan salah satu kesempurnaan wanita-, “Allah telah menjadikan termasuk kesempurnaan para wanita surga -yaitu para bidadari- bahwasanya mereka sama sekali tidak pernah disentuh sebelumnya. Mereka hanya disentuh oleh penduduk surga yang para bidadari tersebut diciptakan untuk mereka”
Rasulullah  bersabda,
عَلَيْكُمْ بِالْأبْكَارِ فَإِنَّهُنَّ أَعْذَبُ أَفْوَاهًا وَأَنْتَقُ أَرْحَامًا وَأَرْضَى بِالْيَسِيْرِ
"(Nikahilah) gadis-gadis, sesungguhnya mereka lebih manis tutur katanya, lebih banyak keturunannya, dan lebih menerima dengan sedikit (qana'ah)".
عَنْ عَلْقَمَةَ قَالَ كُنْتُ مَعَ عَبْدِ اللهِ فَلَقِيَهُ عُثْمَانَ بِمِنَى فَقَالَ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ إِنَّ لِي إِلَيْكَ حَاجَةً، فَخَلَوَا فَقَالَ عُثْمَانُ هَلْ لَكَ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ فِي أَنْ نُزَوِّجَكَ بِكْرًا تُذَكِّرُكَ مَا كُنْتَ تَعْهَدُ؟ فَلَمَّا رَأَى عَبْدُ اللهِ أَنْ لَيْسَ لَهُ حَاجَةً إِلَى هَذَا أَشَارَ إِلَيَّ فَقَالَ يَا عَلْقَمَةُ، فَانْتَهَيْتُ إِلَيْهِ وَهُوَ يَقُوْلُ أَمَا لَئِنْ قُلْتَ ذَلِكَ لَقَدْ قَالَ لَنَا النَّبِيُّ  يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
Dari Alqomah ia berkata, “Aku bersama Abdullah (bin Mas’ud)  lalu ia bertemu dengan Utsman  di Mina, Utsmanpun berkata kepadanya, “Wahai Abu Abdirrahman aku ada perlu denganmu” maka mereka berduapun menyendiri (berkhalwat). Utsman berkata, “Wahai Abu Abdirrahman apakah engkau ingin aku nikahkan dengan seorang gadis perawan yang bisa mengingatkan engkau pada masa lalumu (masa mudamu)?”. Tatkala Abdullah bin Mas’ud memandang bahwa ia tidak pingin menikah maka iapun memberi isyarat kepadaku lalu ia memanggilku ,”Ya Alqomah!”, akupun mendatanginya, (kemudian Utsman kembali menawarkan Ibnu Mas’ud untuk menikahi gadis perawan) , Ibnu Mas’ud berkata (kepada Utsman), “Jika engkau mengatakan demikian kepadaku maka sesungguhnya Nabi  telah mengatakan kepada kami “Wahai kaum muda, barangsiapa diantara kalian yang telah mampu untuk menikah maka hendaknya ia menikah, dan barangsiapa yang tidak mampu maka hendaknya ia berpuasa karena puasa menjadi tameng baginya”
Berkata Ibnu Hajar, “Hadits ini menunjukan bahwa mencumbui istri yang masih muda (yang asalnya masih perawan sebagaimana yang Utsman tawarkan kepada Ibnu Mas’ud –pen) menambah kekuatan dan keaktifan, berbeda jika bercumbu dengan wanita yang sudah tua malah sebaliknya”

Peringatan 1
Hadits Jabir  dalam riwayat yang lain yang dikeluarkan oleh At-Thobroni bahwasanya Rasulullah  berkata kepadanya, فَهَلاَّ بِكْرًا تُعُضُّهَا وَتَعُضُّكَ “Kenapa engkau tidak menikahi wanita perawan, engkau mengigitnya dan dia menggigitmu??”
Namun hadits ini lemah sebagaimana dilemahkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahaadits Ad-Dho’iifah

Peringatan 2
Berkata Syaikh Utsaimin, “Akan tetapi terkadang seseorang memilih untuk menikahi seorang janda karena ada sebab-sebab tertentu sebagaimana yang dilakukan oleh Jabir bin Abdillah . Ia memilih untuk menikahi seorang janda karena ayah beliau yaitu Abdullah bin Haroom mati syahid dalam perang Uhud dan meninggalkan anak-anak wanita yang membutuhkan seorang waita yang merawat mereka. Seandainya beliau menikah dengan seorang wanita perawan maka wanita tersebut tidak akan mempu untuk merawat mereka, maka beliau memilih menikahi seorang janda untuk merawat saudara-saudara wanita beliau. Oleh karena itu, tatkala Jabir menyampaikan hal ini kepada Nabi  maka Nabi pun membenarkannya. Maka jika seseorang memilih untuk menikahi seorang wanita janda karena ada kepentingan-kepentingan tertentu maka ini lebih baik.”
Berkata An-Nawawi, “Hadits ini menunjukan kemuliaan Jabir yang mengutamakan kemaslahatan dan kepentingan saudara-saudara wanitanya di atas kepentingan pribadinya”

9. Hendaknya sang wanita jauh dari kerabat lelaki, karena jika semakin jauh kekerabatan maka anaknya kelak semakin pintar.
Karena jika ia menikahi wanita dari kerabatnya maka bisa jadi suatu saat ia menceraikannya dan akhirnya terputus silaturrahmi dengan kerabatnya tersebut, padahal ia diperintahkan untuk menyambung silaturrahmi.
Berkata Ibnu Hajar, “Adapun pendapat sebagian penganut madzhab syafi’iah bahwasanya disunnahkan agar sang wanita (calon istri) bukan dari karib kerabat dekat. Maka jika landasan pendapat ini adalah hadits maka sama sekali tidak ada, dan jika landasannya kepada pengalaman yaitu kebanyakan anak dari pasangan suami istri yang dekat hubungan kekerabatan mereka berdua adalah anak yang bodoh, maka bisa dijadikan landasan (jika memang terbukti pengalaman tersebut)…”
Penulis Zaadul Mustaqni’ (dari madzhab Hanabilah) juga mengisyaratkan akan hal ini dengan perkataannya, “Disunnahkan menikahi…wanita yang taat beragama, ajanabiah (jauh dari kerabat), …”
Syaikh Bin Baaz mengomentari perkataan ini, “Ini adalah perkataan yang keliru, meskipun mereka mengatakan demikian…yang menjadi patokan dalam menikahi wanita yang masih ada hubungan kerabat adalah perkara-perkara yang dituntut kecuali ada penghalang syar’i yang melarang”
Berkata Syaikh Utsaimin, “Selama perkaranya tidak ada dalil syar’i yang wajib untuk diambil maka seseorang hendaknya menjejaki kemaslahatan-kemaslahatan (yang mungkin diperoleh) dalam hal ini”
Adapun hadits
لاَ تَنْكِحُوا الْقَرَابَةَ الْقَرِيْبَةَ فَإِنَّ الْوَلَدَ يُخْلَقُ ضَاوِيًا
“Janganlah kalian menikah dengan kerabat yang dekat (nasabnya) karena sang anak akan lahir dalam keadaan lemah”
Berkata Ibnu As-Solah mengomentari hadits ini, “Aku tidak menemukan bagi hadits ini asal yang bisa dijadikan pegangan”

10. Hendaknya wanita tersebut berasal dari keluarga baik-baik dan dikenal dengan sifat qona’ah, karena rumah yang demikian biasanya merupakan tempat tumbuh wanita yang baik dan qona’ah.
Kondisi yang baik dari keluarga pihak wanita (mertua) cukup memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan akhlak sang wanita, dan bisa jadi merupkan tolak ukur akhlak seorang wanita. Wanita yang tumbuh di keluarga yang dikenal taat beragama maka biasanya iapun akan mewarisi sifat tersebut –meskipun hal ini bukanlah kelaziman-.
Mertua yang taat beragama biasanya memahami kondisi seorang suami sholeh dan pengertian terhadapnya. Kondisi seperti ini menjadikan sang suami mudah untuk berkomunikasi dengan mertua dan ringan baginya untuk mengutarakan unek-uneknya yang berkaitan dengan lika-liku kehidupan rumah tangganya. Jika keadaannya demikian maka sangatlah mendukung diraihnya kebahagiaan yang diharapkan sang suami. Betapa banyak permasalahan rumah tangga suami istri yang bisa terselesaikan karena campur tangan keluarga istrinya yang mengenal agama. Sebaliknya betapa banyak permasalahan suami istri yang timbul disebabkan karena campur tangan keluarga istri yang kurang mengenal agama, bahkan tidak jarang sampai pada tahapan perceraian.
Kemudian jika sang wanita meskipun merupakan wanita yang shalihah namun jika ia tumbuh di keluarga yang tidak dikenal dengan sifat qona’ah (nerima dan bersyukur dengan apa yang diberikan oleh Allah walaupun sedikit) maka bisa jadi ia memiliki sifat yang royal dalam mengatur keuangan suaminya, dan ini adalah musibah tersendiri bagi suami.
Namun wanita yang shalihah yang tumbuh di keluarga yang qona’ah di zaman ini mungkin agak sulit dicari. Karenanya jika ia tidak menemukan wanita yang demikian sifatnya maka tidak mengapa ia memilih wanita yang shalihah meskipun ia berasal dari keluarga yang boros, karena bisa jadi wanita tersebut menyelisihi sifat keluarganya yang boros

Peringatan
Merupakan harapan semua pemuda jika mereka mendapatkan seorang wanita yang shalihah dan juga wali sang wanita (seperti ayahnya atau pamannya) yang juga sholeh. Namun merupakan permasalahan yang sering dihadapi oleh sebagian para pemuda adalah jika ia telah terpikat dengan salah seorang wanita yang sholihah, kemudian sang wanita juga telah terpikat dengannya, namun ternyata ayah sang wanita tidak setuju dan menolak lamaran sang lelaki dengan alasan yang tidak diterima oleh syari’at. Misalnya karena sang lelaki kurang kaya…, atau karena sang lelaki penampilannya terlalu fanatik…, dan alasan-alasan yang lainnya. Yang menjadi pertanyaan apakah perwalian sang ayah berpindah kepada wali lain yang terdekat kepada sang wanita??
Marilah kita simak penjelasan Syaikh Utsaimin tatkala beliau ditanya dengan pertanyaan yang semisal ini.
Beliau ditanya, “Apakah perwalian seorang putri berpindah dari tangan ayah ke anak laki-lakinya (saudara laki-laki sang putri) jika sang ayah tidak serius memilihkan suami yang sholeh. Jika datang seseorang yang melamar sang putri maka sang ayah tidak memberi perhatian kepada orang tersebut dan tidak bertanya tentang orang tersebut, atau sang ayah menjelek-jelekan putrinya tersebut dihadapan sang pelamar agar mencegah putrinya untuk menikah.”
Syaikh Utsaimin berkata, ((Sesungguhnya wali seorang wanita baik ayah, atau saudara laki-laki, atau paman akan dimintai pertanggungjawaban kelak di hadapan Allah pada hari kiamat. Wajib bagi sang wali untuk menunaikan amanah ini, maka jika ada seseorang yang taat beragama dan berakhlak mulia dan sang wanita ridho dengan pria tersebut maka wajib bagi sang wali untuk menikahinya. Tidak boleh sang wali mengakhirkan pernikahan sang wanita karena hal itu adalah menyelisihi amanah (yang diembankan Allah kepadanya-pen).Bahkan hal ini merupakan khianat. Allah berfirman
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَخُونُواْ اللّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُواْ أَمَانَاتِكُمْ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ َاعْلَمُواْ أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلاَدُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللّهَ عِندَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
Hai orang-orang beriman, janganlah kamu,mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan juga janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanya sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. (QS. 8:27-28)
Maka wajib bagi seseorang -yang telah Allah jadikan dia sebagai wali seorang wanita- jika ada seorang lelaki yang taat beragama dan berakhlak mulia maju melamar sang wanita untuk segera menikahkannya jika sang wanita ridho dengan pria tersebut.
Hendaknya dia mengetahui bahwasanya wanita itu juga memiliki dan merasakan syahwat sebagaimana yang dirasakannya. Dan saya tidak tahu, jika ada seseorang melarangnya (melarang wali sang wanita) untuk menikah padahal dia adalah seorang pemuda yang memiliki syahwat, maka saya tidak tahu apakah ia akan menganggap orang yang melarangnya ini telah berbuat dzolim kepadanya atau tidak??. Saya yakin ia akan berkata, “Orang ini telah berbuat dzolim kepadaku”. Jika ia mengucapkan hal ini terhadap orang yang melarangnya untuk menikah maka bagaimana ia mensikapi wanita yang lemah ini yang tidak mampu untuk menikahkan dirinya sendiri (dengan melarangnya menikah)??. Dan tidak mungkin kerabat sang wanita yang lain menikahkan sang wanita padahal masih ada wali yang terdekat. Terlalu banyak wanita yang akhirnya mencapai usia tua dan tidak menikah disebabkan perbuatan para wali yang dzolim. Telah diceritakan kepadaku tentang seorang wanita muda yang ayahnya melarang para pelamar yang datang untuk menikahi wanita tersebut, maka akhirnya sang wanitapun sedih dan sakit. Hingga parah dan tatkala ia akan meninggal dan telah datang kepadanya sakaratul maut maka iapun berkata kepada para wanita yang ada disekitarnya, “Sampaikanlah salam kepada ayahku dan katakanlah kepadanya bahwa aku akan mempermasalahkan hal ini dihadapan Allah pada hari kiamat”. Yaitu dia akan menuntut ayahnya di hadapan Allah atas perbuatan ayahnya yang telah melarang para pelamar untuk menikahinya, dan bisa jadi sebab kematiannya adalah karena hal ini juga.
Karena itu kami katakan bahwa barangsiapa yang melarang seorang wanita (yang dibawah perwaliannya) untuk menikah dengan seorang lelaki yang sekufu’ dengannya dan telah diridhoi oleh sang wanita, maka boleh bagi sang wanita untuk menuntut hal ini kepada hakim. Dan wajib bagi hakim untuk memenuhi permintaan sang wanita untuk menikahkannya dengan lelaki yang telah diridhoinya. Bisa dengan mewakilkan pernikahan tersebut kepada wali sang wanita yang terdekat setelah wali yang melarang pernikahan sang wanita, atau ia bertindak dengan tindakan yang menurutnya sesuai dengan syari’at.
Akan tetapi terkadang sang wanita tidak mampu untuk mengangkat permasalahannya ke hadapan hakim karena malu, atau karena takut menyelisihi adat yang berlaku, atau karena hal-hal yang semisalnya. Jika saat itu tidak ada yang tersisa kecuali kemarahan Allah yang sangat keras siksaannya. Maka hendaknya sang wali takut kepada Allah dan hendaknya ia bertakwa kepada Robnya.
Dan aku katakan sebagaimana perkataan para ulama –semoga Allah merahmati mereka- sesungguhnya seorang wali jika berulang-ulang menolak para pelamar yang datang maka ia menjadi seorang yang fasik, hilang ‘adalahnya dan tidak bisa menjalankan segala amalan yang disyaratkan ada ‘adalah dalam amal tersebut. Kemudian perwaliannya berpindah darinya kepada wali yang setelahnya.))

11. Hendaknya wanita tersebut cerdas
Berkata Ibnu Qudamah, “Hendaknya ia memilih wanita yang pandai dan menjauhi wanita yang bodoh (telat mikir) karena nikah itu tujuannya untuk tumbuh pergaulan dan kedekatan antara dua sejoli dan pergaulan itu tidak mantap jika dengan wanita yang bodoh, serta perjalanan hidup jadi kurang indah jika bersama dengan wanita yang bodoh. Bahkan bisa jadi kebodohan wanita itu menular ke anak-anaknya. Dikatakan اِجْتَنِبُوْا الْحَمْقَاءَ فَإِنَّ وَلَدَهَا ضَيَاعٌ وَصُحْبَتُهَا بَلاَءٌ Hindarilah wanita yang bodoh karena anaknya sia-sia dan bergaul dengannya adalah bencana”

12. Jika sang pria bernasab tinggi maka hendaknya ia mencari wanita yang nasabnya tinggi juga.
Berkata Ibnu Hajar, “Dan disunnahkan bagi pria yang berasal dari nasab yang tinggi untuk menikahi wanita yang bernasab yang tinggi pula, kecuali jika bertentangan antara wanita yang memiliki nasab yang tinggi namun tidak beragama baik dengan wanita yang tidak bernasab tinggi namun memiliki agama yang baik maka didahulukan wanita yang beragama, demikian juga pada seluruh sifat-sifat yang lain (jika bertentangan dengan agama yang baik maka didahulukan sifat ini)”

Setelah menelaah sifat-sifat di atas maka hendaknya seorang yang sedang berkelana mencari belahan jiwanya agar berusaha menerapkan sifat-sifat tersebut kepada calon istrinya sebelum ia melangkah lebih lanjut melamar sang wanita, semakin banyak sifat-sifat tersebut pada seorang wanita maka semakin baiklah wanita tersebut. Namun ingatlah bahwasanya mencari wanita yang bernilai sembilan koma lima yang memenuhi seluruh sifat-sifat tersebut adalah sesuatu yang sangat sulit sekali bahkan hampir-hampir merupakan perkara yang mustahil apalagi di zaman kita sekarang ini, namun bukan berarti tidak ada. Sungguh beruntung orang yang bisa menemukan bidadari dunia sebelum bertemu dengan bidadari akhirat. Yang sering kita jumpai adalah wanita yang memiliki sebagian sifat-sifat tersebut namun ia tidak memiliki sifat yang lain. Contohnya banyak wanita yang cantik namun ternyata tidak pintar, banyak yang wanita yang shalihah namun ternyata tidak cantik, ada wanita yang shalihah yang berakhlak mulia, cantik, kaya, sejuk jika dipandang, pintar, namun…mandul, dan demikianlah kebanyakan wanita dunia tidak bisa mengumpulkan sifat-sifat di atas seluruhnya. Namun perlu diingat tentunya setiap sifat-sifat tersebut tidak bernilai sama, sifat yang pertama yaitu keshalihan sang wanita memiliki porsi yang sangat tinggi dibandingkan sifat-sifat yang lainnya. Demikian pula kecantikan tentunya lebih diutamakan daripada nasab dan harta. Jika seseorang dihadapkan dengan pilihan antara wanita yang cantik namun kurang baik agamanya dengan wanita yang baik agamanya namun kurang cantik, maka siapakah yang dipilihnya??
Jika bertentangan sifat-sifat tersebut maka yang lebih diutamakan adalah wanita yang shalihah, sebagaimana dalam riwayat yang lain (dari hadits Jabir) Rasulullah  berkata kepadanya
فََعَلَيْكَ بِذَاتِ الدِّيْنِ
“Wajib bagimu untuk memilih wanita yang shalihah”
Berkata Ibnu Hajar, “Sabda Nabi  “karena kecantikannya” merupakan dalil akan mustahabnya menikahi wanita yang jelita, kecuali jika berlawanan antara wanita yang cantik jelita namun tidak shalihah dengan wanita yang shalihah namun tidak cantik jelita (maka diutamakan yang shalihah meskipun tidak cantik). Jika keduanya sama dalam keshalihan maka yang cantik jelita lebih utama (untuk dinikahi)…”
Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash bahwasanya Rasulullah  bersabda,
إِنَّ الدُّنْيَا كُلَّهَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
“Sesungguhnya dunia seluruhnya adalah barang dan sebaik-baik barang adalah wanita yang shalihah”
Dari Ibnu Umar  bahwasanya Rasulullah  bersabda,
إِنَّمَا الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَلَيْسَ مِنْ مَتَاعِ الدُّنْيَا شَيْءٌ أَفْضَلُ مِنَ الْمَرْأَةِ الصَّالِحَةِ
“Sesungguhnya dunia adalah mataa’ (barang) dan tidak ada barang di dunia ini yang lebih baik dari wanita yang shalihah”
عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ لَمَّا نَزَلَ فِي الْفِضَّةِ وَالذَّهَبِ مَا نَزَلَ قَالُوْا فَأَيُّ الْمَالِ نَتَّخِذُ؟ قَالَ عُمَرُ فَأَنَا أُعْلِمُ لَكُمْ ذَلِكَ فَأَوْضَعَ عَلَى بَعِيْرِهِ فَأَدْرَكَ النَّبِيَّ  وَأَنَا فِي أَثَرِهِ فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ أَيُّ الْمَالِ نَتَّخِذُ؟ فَقَالَ لِيَتَّخِذْ أَحَدُكُمْ قَلْبًا شَاكِرًا وَلِسَانًا ذَاكِرًا وَزَوْجَةً مُؤْمِنَةً تُعِيْنُ أَحَدَكُمْ عَلَى أَمْرِ الآخِرَةِ
Dari Tsauban, tatkala turun firman Allah tentang perak dan emas (yaitu firman Allah وَالَّذِيْنَ يَكْنِزُوْنَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ ثُمَّ لاَ يُنْفِقُوْنَهَا... Adapun orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya…) (QS 9: 34), mereka (para sahabat) berkata, “Harta apa yang mestinya kita miliki?”, Umar  berkata, “Aku akan mengabarkan kalian kepada kalian”, lalu beliau mempercepat ontanya hingga bertemu dengan Nabi  dan aku (Tsauban) menyusulnya. Umar berkata kepada Rasulullah , “Wahai Rasulullah, harta apakah yang mestinya kita miliki?”, Rasulullah  menjawab, “Hendaknya yang kalian cari sebagai harta adalah hati yang selalu bersyukur, lisan yang selalu berdzikir, dan istri yang shalihah yang membantu kalian untuk meraih akhirat”
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ عَنِ النَّبِيِّ  أَنَّهُ كَانَ يَقُوْلُ ماَ اسْتَفَادَ الْمُؤْمِنُ بَعْدَ تَقْوَى اللهِ خَيْرًا لَهُ مِنْ زَوْجَةٍ صَالِحَةٍ إِنْ أَمَرَهَا أَطَاعَتْهُ وَإِنْ نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتُْه وَإِنْ أَقْسَمَ عَلَيْهَا أَبَرَّتْهُ وَإِنْ غَابَ عَنْهَا نَصَحَـتْهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهِ
Dari Abu Umamah bahwasanya Nabi  pernah bersabda, “Tidaklah seorang mukmin memperoleh sasuatu kebaikan –setelah memperoleh ketakwaan kepada Allah - melebihi istri yang shalihah, jika ia memerintahnya maka iapun taat, jika ia memandangnya maka menyenangkannya, jika ia bersumpah agar ia melakukan sesaatu maka ia melaksanakan sumpahnya, dan jika ia sedang tidak di rumah maka ia (sang istri) menjaga dirinya (untuk tidak melakukan hal-hal yang nista) dan menjaga hartanya (harta suaminya)”
Dan merupakan musibah jika seseorang tetap nekat memilih wanita yang cantik jelita padahal ia telah mengetahui bahwa wanita tersebut agamanya dan akhlaknya tidak baik.
Berkata At-Thibi, وَقُيِّدَ بِالصَّالِحَةِ إِيْذَانًا بِأَنَهَا شَرُّ الْمَتَاعِ لَوْ لَمْ تَكُنْ صَالِحَةً “Dikhususkan pada wanita yang shalihah sebagai pemberitahuan bahwa wanita adalah sejelek-jelek barang yang ada di dunia ini jika ia tidak shalihah”
Dari Sa’ad bin Abi Waqqosh  bahwasanya Rasulullah  bersabda
أَرْبَعٌ مِنَ السَّعَادَةِ الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ وَالْمَسْكَنُ الْوَاسِعُ وَالْجَارُ الصَّالِحُ وَالْمَرْكَبُ الْهَنِيْءُ وَأَرْبَعٌ مِنَ الشَّقَاوَةِ الْجَارُ السُّوْءُ وَالْمَرْأَةُ السُّوْءُ وَالْمَسْكَنُ الضَّـيِّقُ وَالْمَرْكَبُ السُّوْءُ
“Empat perkara yang merupakan kebahagiaan istri yang shalihah, rumah yang luas, tetangga yang baik, dan kendaraan yang enak dinaiki, dan empat perkara yang merupakan kesengsaraan adalah tetangga yang jelek, istri yang buruk akhlaknya, rumah yang sempit, dan kendaraan yang tidak enak dinaiki”
Sesungguhnya wanita yang sholihah dialah yang akan menunaikan kewajiban-kewajibannya dengan sesempurna mungkin baik kewajiban yang berkaitan dengan suaminya, anak-anaknya, keluarga suaminya, dan juga tetangganya. Dialah yang akan berusaha sekuat mungkin karena keimanannya untuk menjadikan engkau ridho kepadanya, karena itulah cita-cita dan tujuan hidupnya.
Dialah yang paham dengan sabda Nabi 
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
“Kalau seandainya aku (boleh) memerintahkan seseorang untuk sujud kepada seorang yang lain maka akan aku perintahkan seorang wanita untuk sujud kepada suaminya”
Oleh karena itu wahai saudaraku janganlah engkau sampai terpedaya dengan keelokan tubuh, keranuman wajah, serta kata-kata manis…ketahuilah dan yakinlah bahwa wanita yang shalihah dialah yang memungkinkan untuk menjadikan rumahnya sebagai surga duniamu yang dipenuhi dengan kasih sayang dan kebahagiaan…

Peringatan
Berkata Syaikh Utsaimin, “Ada orang yang hatinya benar-benar terikat dengan kecantikan, tidak akan tentram hatinya jika dipilihkan baginya wanita yang sangat taat beragama namun kurang cantik. Maka apakah kita katakan hendaknya ia memaksa dirinya untuk memilih wanita tersebut meskipun hatinya tidak tentram dan tidak memilih wanita yang kurang taat namun cantik jelita??, ataukah kita katakan nikahilah wanita yang menentramkan hatimu (yang cantik jelita) yang penting ia tidak sampai derajat wanita yang fajir atau wanita yang fasiq??
Jawabannya, Yang lebih nampak (kebenarannya) adalah jawaban yang kedua kecuali jika wanita tersebut tidak taat dan fasiq serta fajir, karena wanita seperti ini tidak layak untuk ia nikahi”

Renungan
Hendaknya seseorang yang ingin mencari istri membenarkan niatnya, bahwa niatnya ingin menikah adalah bukan sekedar untuk bersenang-senang dengan wanita yang cantik namun niat utamanya adalah untuk beribadah dan menjaga dirinya agar tidak terjatuh pada hal-hal yang diharamkan oleh Allah. Dengan niat yang baik maka Allah akan memudahkannya mewujudkan apa yang ia harapkan. Rasulullah  bersabda,
ثَلاَثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللهِ عَوْنُهُمْ الْمُجَاهِدُ فِي سَبِيْلِ اللهِ وَالْمُكَاتِبُ الَّذِي يُرِيْدُ الْأَدَاءَ وَالنَّاكِحُ الَّذِي يُرِيْدُ الْعَفَافَ
Tiga golongan yang pasti Allah menolong mereka, orang yang berjihad di jalan Allah, budak yang ingin membebaskan dirinya, dan orang yang menikah karena ingin menjaga dirinya (dari berbuat kenistaan).
Allah berfirman,
﴿وَأَنْكِحُوْا الأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِيْنَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُوْنُوْا فُقَرَاءَ يُغْنِهُمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ﴾
Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang patut (kawin) dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. 24:32)
Semakin besar niat seseorang bahwa ia menikah adalah untuk beribadah kepada Allah, untuk menerapkan sunnah-sunnah Nabi  maka pahala yang diperolehnya semakin besar, dan Allah akan semakin membantunya mencapai kebahagiaan. Perkaranya kembali kepada niat yang benar, seseorang bisa saja mengandalkan usaha yang ia lakukan, namun taufik hanyalah di tangan Allah, barangsiapa yang niatnya benar maka Allah akan memberi taufik kepadanya untuk memilih istri yang shalihah.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah  bersabda,
مَنْ تَزَوَّجَ امْرَأَةً بِعِزِّهَا لَمْ يَزِدْهُ اللهُ إِلاَّ ذُلاًّ وَمَنْ تَزَوَّجَهَا لِمَالِهَا لَمْ يَزِدْهُ اللهُ إِلاَّ فَقْرًا وَمَنْ تَزَوَّجَهَا لِحَسَبِهَا لَمْ يَزِدْهُ اللهُ إِلاَّ دَنَاءَةً وَمَنْ تَزَوَجَّ امْرَأَةً لَمْ يَتَزَوَّجْهَا إِلاَّ لِيَغُضَّ بَصَرَهُ أَوْ لِيَحْصُنَ فَرْجَهُ أَوْ يَصِلَ رَحِمَهُ بَارَكَ اللهُ لَهُ فِيْهَا وَبَارَكَ لَهَا فِيْهِ
“Barangsiapa yang menikahi wanita karena pamornya maka Allah tidak akan menambahkan kepadanya kecuali kehinaan, barangsiapa yang menikahi wanita karena menginginkan hartanya maka Allah tidak akan menambah baginya kecuali kemiskinan, barangsiapa yang menikahi wanita karena kedudukannya maka Allah tidak akan menambah baginya kecuali kerndahan, dan barangsiapa yang menikahi wanita agar bisa menjaga pandangannya atau untuk menjaga kemaluannya atau untuk menyambung silaturrahmi maka Allah akan memberikan barokah baginya pada istrinya dan memberikan barokah bagi istrinya padanya”

Kisah menarik yang dialami oleh Muhaddits terkenal Sufyan bin ‘Uyainah semoga menjadi bahan renungan bagi para pencari istri.
قَالَ يَحْيَى بْنُ يَحْيَى النيسابوري كُنْتُ عِنْدَ سُفْيَانَ بْنِ عُيَيْنَةَ إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا أَبَا مُحَمَّدٍ أَشْكُوْ إِلَيْكَ مِنْ فُلاَنَةٍ يَعْنِي امْرَأَتَهُ. أَنَا أَذَلُّ الأَشْيَاءِ عِنْدَهَا وَأَحْقَرُهَا فَأَطْرَقَ سُفْيَانُ مَلِيًّا ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ لَعَلَّكَ رَغِبْتَ إِلَيْهَا لِتَزْدَادَ بِذَلِكَ عِزًا فَقَالَ نَعَمْ يَا أبَا مُحَمَّدٍ. فَقَالَ مَنْ ذَهَبَ إِلَى الْعِزِّ ابتُلِيَ بِالذُّلِّ وَمَنْ ذَهَبَ إِلَى الْمَالِ ابْتُلِيَ باِلْفَقْرِ وَمَنْ ذَهَبَ إِلَى الدِّيْنِ يَجْمَعُ اللهُ لَهُ الْعِزَّ وَالمْاَلَ مَعَ الدِّيْنِ
ثُمَّ أَنْشَأَ يُحَدِّثُهُ فَقَالَ كُنَّا إِخْوَةً أَرْبَعَةً مُحَمَّدٌ وَعِمْرَانُ وَإِبْرَاهِيْمُ وَأنَا، فَمُحَمَّدٌ أَكْبَرُنَا وَعِمْرَانُ أَصْغَرُنَا وَكُنْتُ أَوْسَطَهُمْ. فَلَمَّا أَرَادَ مُحَمَّدٌ أَنْ يَتَزَوَّجَ رَغِبَ فِي الْحَسَبِ فَتَزَوَّجَ مَنْ هِيَ أَكْبَرُ مِنْهُ حَسَبًا فَابْتَلاَهُ اللهُ بِالذُّلِّ وَعِمْرَانُ رَغِبَ فِي الْمَالِ فَتَزَوَّجَ مَنْ هِيَ أَكْبَرُ مَالاً مِنْهُ فَابْتَلاَهُ اللهُ بِالْفَقْرِ أَخَذُوْا مَا فِي يَدَيْهِ وَلَمْ يُعْطُوْهُ شَيْئًا فَنَقَّبْتُ فِي أَمْرِهِمَا فَقَدِمَ عَلَيْنَا مَعْمَرُ بْنُ رَاشِدٍ فَشَاوَرْتُهُ وَقَصَصْتُ عَلَيْهِ قِصَّةَ أَخَوَيَّ فَذَكَّرَنِي حَدِيْثَ يَحْيَى بْنِ جَعْدَة وَحَدِيْثَ عَائِشَةَ فَأَمَّا حَدِيْثُ يَحْيَى بْنِ جَعْدَةَ قَالَ النَّبِيُّ  تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ عَلَى أَرْبَعٍ دِيْنِهَا وَحَسَبِهَا وَمَالِهَا وَجَمَالِها فَعَلَيْكَ بَذَاتِ الدَّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ، وَحَدِيْثُ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ  قَالَ أَعْظَمُ النِّسَاءَ بَرَكَةً أَيْسَرُهُنَّ مُؤْنَةً.
فَاخْتَرْتُ لِنَفْسِي الدِّيْنَ وَتَخْفِيْفَ الظَّهْرِ اقْتِدَاءً بِسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ  فَجَمَعَ اللهُ لِيَ الْعِزَّ وَالْمَالَ مَعَ الدِّيْنِ
Berkata Yahya bin Yahya An-Naisaburi ia berkata, “Aku duduk bersama Sufyan bin ‘Uyaiynah, lalu datanglah kepadanya seorang pria lalu berkata, “Wahai Abu Muhammad (kunyahnya aku mengeluh kepadamu tentang si fulanah (yaitu istrinya), aku adalah sesuatu yang paling rendah dan yang paling hina di mata istriku”. Sufyanpun menundukkan kepalanya sesaat kemudian ia mengangkat kepalanya seraya berkata, “Mungkin engkau dahulu menikah dengannya karena engkau ingin derajat dan martabatmu naik?”, pria itu berkata, “Benar wahai Abu Muhammad”. Sufyan berkata, “Barangsiapa yang (menikah) karena menginginkan martabat maka ia ditimpa dengan kerendahan dan kehinaan, barangsiapa yang menghendaki harta maka akan ditimpa dengan kemiskinan dan barangsiapa yang menghendaki agama maka Allah akan mengumpulkan mertabat dan harta bersama dengan agama”. Kemudian Sufyanpun bercerita kepadanya, ia berkata, “Kami empat bersaudara yaitu Muhammad, Imran, Ibrahim, dan saya. Muhammad adalah yang tertua diantara kami dan Imran adalah yang paling muda diantara kami, adapun aku adalah anak yang tengah. Tatkala Muhammad ingin menikah maka ia ingin mencari pamor dan martabat, lalu iapun menikahi wanita yang lebih tinggi martabatnya daripada dia, maka Allah menimpakan kepadanya kerendahan, Imran menghendaki harta lalu ia menikahi dengan wanita yang lebih kaya darinya maka Allah menimpakan kemiskinan kepadanya, mereka (keluarga istrinya) mengambil harta Imran dan mereka sama sekali tidak memberikan sesuatupun kepadanya. Akupun meneliti kejadian mereka berdua, lalu datang di negeri kami Ma’mar bin Rasyid lalu akupun bermusyawarah dengannya, aku ceritakan kepadanya tentang kejadian yang dialami oleh dua saudaraku lalu iapun mengingatkan aku pada suatu hadits Yahya bin Ja’dah dan hadits ‘Aisyah. Adapun hadits Yahya bin Ja’dah “Wanita dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, karena martabatnya, karena kecantikannya, karena agamanya, maka hendaklah engkau mendapatkan wanita yang baik agamanya (jika tidak kau lakukan) maka tanganmu akan menempel dengan tanah”, dan hadits Aisyah bahwasanya Rasulullah  bersabda, أََعْظَمُ النِّسَاءِ بَرَكَةً أيْسَرُهُنَّ مُؤْنَةً “Wanita yang paling banyak barokahnya adalah yang paling ringan maharnya”. Akupun memilih untuk diriku wanita yang baik agamanya dan yang ringan maharnya dalam rangka mngamalkan sunnah Nabi  maka Allahpun mengumpulkan bagiku martabat, harta dan agama.” ,

Doa merupakan senjata terampuh untuk memperoleh istri sholehah
Yang paling penting bagi seseorang yang hendak mengembara mencari pasangan hidup adalah ia berdoa kepada Allah, karena seperti kata pepatah “Manusia hanya bisa berusaha namun Allahlah yang menentukan, jodoh di tangan Allah”. Diantara doa-doa yang berkaitan dengan hal ini adalah doa yang telah sering dibaca yaitu, رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (Ya Tuhan kami berikanlah bagi kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari adzab neraka)
Ali radhiallahu ‘anhu menafsirkan makna al-hasanah di dunia adalah wanita sholihah dan al-hasanah di akhirat adalah bidadari, adapun adzab neraka adalah wanita yang jelek agamanya .
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Muhammad bin Ka’ab menafsirkan ayat tersebut, beliau berkata, الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ مِنَ الْحَسَنَاتِ “Wanita shalihah termasuk al-hasanah”

الْحَمْدُ للهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ
وَصَلَى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ

Kota Nabi , 30 Maret 2005
Selesai muroja’ah kembali 3 April 2006
Daftar Pustaka
1. Subulus Salam karya As-Shon’ani, tahqiq Muhammad Abdulaziz Al-Khouli terbitan Dar Ihya At-Turots
2. Khutuwat ilas Sa’adah, karya Abdulmuhsin Al-Qosimi
3. Syarh Muntahal Irodaat, karya Al-Bahuti, terbitan ‘Alamul kutub
4. Aunul ma’bud karya Nuhammad Syamsulhaq Al-‘Adzim Abadi, Darul Kutub Ilmiah
5. Faidul Qodir, karya Abdurrouf Al-Munawi, terbitan Al-Maktabah At-Tijariah
6. Umadatul Qori karya Al-‘Aini, terbitan Dar Ihyaut Turots
7. Ad-Dur Al-Mantsur, karya Abdurrohman Jalalluddin As-Suyuthi, tahqiq DR Basyar ‘Awwad, terbitan Dar Al-Fikr
8. Hasyiah As-Sindi (syarh sunan Ibnu Majah) tahqiq Abu Guddah, terbitan Maktab Al-Matbu’aat
9. Kasyful Qina’ karya Mansur bin yunus bin Idris Al-Bahuti, tahqiq Hilal Musthofa Hilal, terbitan Darul Fikr
10. Tuhfatul Ahwadzi, karya Al-Mubarokfuri, terbitan Darul Kutub Ilmiah
11. Al-Mugni, karya Ibnu Qudamah, terbitan Darul Fikr
12. Al-Muhalla, Ibnu Hazm, tahqiq Lajnah Ihyaa’ At-Turots Al-‘Arobi, Dar Al-Aafaaq Al-Jadiidah
13. At-Ta’liiqoot Ar-Rodhiyyah ‘ala Ar-Roudhoh An-Nadiyyah, Syaikh Al-Albani, tahqiq Ali Hasan, cetakan pertama Dar Ibnu ‘Affaan.
14. Tahdzibul Kamal karya Yusuf Abul Hajjaj Al-Mizzi, terbitan Muasasah Ar-Risalah
15. Al-Minhaj syarh shahih Muslim karya Imam An-Nawawi, Dar Ihyaut Turots Al-Arobi
16. Fathul Bari karya Ibnu Hajar Al-Asqolani, Darul Ma’rifah
17. Fathul Wahhab, karya Zakariya bin Muhammad bin Zakariya Al-Anshari Abu Yahya, terbitan Darul Kutub Ilmiyah
18. Lisanul Arab, karya Ibnu Mandzur, terbitan Dar Shodir
19. An-Nihayah fi goribil hadits, karya Ibnul Atsir, terbitan Darul Ma’rifah
20. Bidayatul Mujtahid, karya Ibnu Rusyd, tahkik Hasan Hallaq, terbitan Maktabah Ibnu Taimiyah
21. Asy-Syarhul Mumti’, karya Syaikh Muhammad Sholeh Utsaimin, terbitan Dar Ibnul Jauzi
22. Zaadul Ma’aad fi Hadyi Khoiril ‘Ibaad, karya Ibnul Qoyyim, tahqiq Al-Arna’uth, terbitan Muassasah Ar-Risalah, cetakan ke 14
23. Tafsir As-Sa’di, Muassasah Ar-Risalah
24. At-Talkhis Al-Habir, Ibnu Hajar Al-Atsqolani, tahqiq As-Sayyid Abdullah Hasyim Al-Yamaani Al-Madani
25. Khulashotul Badr Al-Muniir, Ibnul Mulaqqin, tahqiq Hamdi Abdul Majid As-Salafi
26. Ahkaam Ar-Ru’yah ‘indal khithbah, DR Abdul Kariim bin Yusuf Al-Khudr, Daar Balansiah

Faedah
Ibnul Qoyyim berkata , “Yang merupakan dalil bahwasanya nikah lebih mulia (afdol) daripada menyendiri (berkholwat) untuk melaksanakan ibadah-ibadah yang sunnah adalah Allah telah memilih pernikahan untuk para nabiNya dan para rasulNya. Allah berfirman
(وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلاً مِّن قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجاً وَذُرِّيَّةً) (الرعد : 38 )
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan. (QS. 13:38)
Allah berfirman tentang Adam
(وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا) (الأعراف : 189 )
Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya (QS. 7:189)
Musa  Kaliimullah (Nabi yang Allah berbicara langsung dengannya-pen) telah menghabiskan waktu selama sepuluh tahun untuk mengembalakan kambing demi menebus mahar istrinya . Dan jelas diketahui bersama nilai sepuluh tahun jika dihabiskan untuk melaksanakan ibadah-ibadah yang mustahab.
Allah telah memilihkan yang terbaik bagi nabiNya Muhammad. Allah tidak menyukai Muhammad untuk meninggalkan pernikahan bahkan Allah menikahkan beliau dengan sembilan istri atau lebih. Dan tidak ada petunjuk yang lebih baik dari petunjuknya.
Kalau bukan karena pada pernikahan tidak ada keutamaan yang lain kecuali hanya ada kegembiraan Nabi dengan membanggakan banyaknya umatnya (maka sudah cukup menunjukan akan keafdolan nikah)
Kalau bukan karena pada pernikahan tidak ada keutamaan yang lain kecuali hanya bahwa amalan (orang yang menikah) tidak akan berhenti setelah meinggalnya (karena meninggalkan anak yang sholeh, maka sudah cukup untuk menunjukan keafdhola menikah)
Kalau bukan karena pada pernikahan tidak ada keutamaan yang lain kecuali akan melahirkan orang yang bersaksi akan keesaan Allah dan kerasulan Nabi (maka sudah cukup menunjukan akan keafdolan nikah)
Kalau bukan karena pada pernikahan tidak ada keutamaan yang lain kecuali menjadikan pandangan tertunduk dan menjaga kemaluan dari terjatuh pada perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah (maka sudah cukup menunjukan akan keafdolan nikah)
Kalau bukan karena pada pernikahan tidak ada keutamaan yang lain kecuali menjaga para wanita yang Allah menjaga kehormatan wanita dengan pernikahan, serta Allah memberi ganjaran kepada sang lelaki karena telah menunaikan hajatnya dan hajat sang wanita (maka sudah cukup menunjukan akan keafdolan nikah). Sang lelaki dalam keledzatan-keledzatan sementara pahalanya terus bertambah (dengan bertambahnya keledzatan-keledzatan yang ia rasakan)
Kalau bukan karena pada pernikahan tidak ada keutamaan yang lain kecuali memperbesar Islam dan memperbanyak pengikutnya serta menjengkelkan musuh-musuh Islam (maka sudah cukup menunjukan akan keafdolan nikah)
Kalau bukan karena pada pernikahan tidak ada keutamaan yang lain kecuali menimbulkan ibadah-ibadah (khusus yang berkaitan dengan kehidupan rumah tangga-pen) yang tidak bisa dilaksanakan oleh seorang yang berkholwat untuk melaksanakan ibadah-ibadah sunnah (maka sudah cukup menunjukan akan keafdolan nikah)
Kalau bukan karena pada pernikahan tidak ada keutamaan yang lain kecuali meluruskan kekuatan syahwatnya yang memalingkannya dari keterikatan hatinya pada perkara-perkara yang lebih bermanfaat baginya baik bagi agamanya maupun dunianya (maka sudah cukup menunjukan akan keafdolan nikah). Sesungguhnya ketergantungan hati kepada syahwat atau kesungguhannya dalam melawat syahwatnya akan menghalanginya dari memperoleh perkara-perkara yang lebih bermanfaat baginya. Karena himmah (keinginan) jika telah tersalurkan kepada sesuatu maka ia akan terpalingkan dari yang lain.
Kalau bukan karena pada pernikahan tidak ada keutamaan yang lain kecuali penjagaannya terhadap putri-putrinya jika ia bersabar terhadap mereka dan berbuat baik kepada mereka maka mereka akan menjadi penghalang yang menghalanginya dari api neraka, (maka sudah cukup menunjukan akan keafdolan nikah)
Kalau bukan karena pada pernikahan tidak ada keutamaan yang lain kecuali membuahkan dua anak-anak yang meninggal sebeluum dewasa yang menyebabkan Allah memasukkannya kedalam surga dengan sebab dua anak-anaknya tersebut (maka sudah cukup menunjukan akan keafdolan nikah)
Kalau bukan karena pada pernikahan tidak ada keutamaan yang lain kecuali mendatangkan pertolongan Allah baginya (maka sudah cukup menunjukan akan keafdolan nikah), sebagaimana dalam hadits yang marfu’
ثَلاَثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللهِ عَوْنُهُمْ الْمُجَاهِدُ فِي سَبِيْلِ اللهِ وَالْمُكَاتِبُ الَّذِي يُرِيْدُ الْأَدَاءَ وَالنَّاكِحُ الَّذِي يُرِيْدُ الْعَفَافَ
Tiga golongan yang pasti Allah menolong mereka, orang yang berjihad di jalan Allah, budak yang ingin membebaskan dirinya, dan orang yang menikah karena ingin menjaga dirinya (dari berbuat kenistaan).

Kamis, 22 Juli 2010

Biografi Ibnu Khuzaimah

Ust. Robiyanto Ibrahim As-Salafy Al-Atsari
Pengasuh Ponpes Ar-Rahman Batudaa Prov. Gorontalo

Nama sebenarnya adalah Muhammad bin Ishaq Abu Bakar bin Khuzaimah an Naisabury, ia seorang imam besar yang melawat ke berbagai kota untuk mencari hadist, beliau pergi ke Ray, Baghdad, Basrah, Kufah, Syam, Jazirah, Mesir dan Wasith.
Ia mendengar hadits dari banyak ulama diantara mereka adalah Ishaq bin Rahawaih, Muhammad bin Humaid, ar-Razy. Akan tetapi ia tidak meriwayatkan hadits hadits yang mereka dengan dari mereka itu, akan tetapi ia meriwayatkan dari Abu Qudamah, dan diantara hadits yang diriwayatkan dari al Bukhari dan Muslim dan diluar dari Ash Shahih.
Beliau sangat berhati hati dalam meriwayatkan hadits, kadang kadang ia meninggalkan hadits karena ada catatan pada sanadnya.
Ar-Rabi’ bin Sulaiman berkata,” Kami lebih banyak memperoleh ilmu dari Ibnu Khuzaimah daripada yang ia diperoleh dari kami”.
Ad Daraquthny berkata,” Ibnu Khuzaimah seorang Imam yang kuat hapalannya dan tak ada bandingannya”.
Al Hakim menggolongkan ia ke dalam golongan fuqaha hadits, ia banyak mempunyai kitab dan beliau mempunyai sebuah kitab ash Shahih yang terletak dibawah Shahih Muslim.
Ia wafat pada tahun 311 H
Ibnu Khuzaimah Wafat
Tanggal 2 Zulkaidah 311 Hijriah, Ibnu Khuzaimah, seorang ahli hadits dan fakih termasyhur abad ke-4 Hijriah meninggal dunia. Dia terlahir ke dunia pada tahun 223 Hijriah, dan mulai menimba berbagai disiplin ilmu agama sejak masa mudanya dengan berkelana dari satu negeri ke negeri lain. Jerih payah dan kehebatannya kemudian terabadikan dalam karya-karya tulisnya dalam jumlah besar, satu diantaranya buku Attauhid wa Itsbat as-Sifaat ar-Rab.
Sebuah buku yang mengupas akidah Islam. Dalam kitab ini pula, Ibnu Khuzaimah memberikan penjelasan secara rinci keyakinan-keyakinannya tentang keesaan dan sifat-sifat Tuhan berdasarkan ayat-ayat AlQuran serta hadits dan riwayat-riwayat dari Ahlil Bait Rasul SAWW.

Meraih Kemuliaan dengan akhlaq

Ust. Abu Juwairiyah Robiyanto Ibrahim As-Salafy Al-Atsariy

Pengasuh Ponpes Ar-Rahman Batudaa

BAB I

AKHLAK TERPUJI DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

Akhlak adalah berprilaku dengan baik. Ada orang yang mendefinisikan akhlak dengan kehidupan karena mencakup segala aspek kehidupan. Akhlak adalah hal yang sangat penting karena akhlak merupakan cermin dari aqidah seseorang. Oleh karena itu, aqidah tanpa akhlak akan menimbulkan kehidupan sehari-hari tidak terealisasi. Rasululloh SAW. adalah orang yang memiliki aqidah yang paling baik sehingga memiliki akhlak yang baik pula.

Allah SWT. berfirman:

وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ

“Sesungguhnya engkau ( Nabi Muhammad SAW. ) adalah orang yang memiliki akhlak yang paling agung”.( QS.Al-Qolam :4 )

Sebagaimana dalam hadits Rasulullah SAW.:

حدثنا عبد الله حدثني أبي حدثنا سعيد بن منصور قال حدثنا عبد العزيز بن محمد عن محمد بن عجلان عن القعقاع بن حكيم عن أبي صالح عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إنما بعثت لأتمم صالح الأخلاق

“Telah berbicara kepada kami Abdulloh, telah berbicara kepada saya ayahku, telah berbicara kepada kami sa’id bin Mansur berkata telah berkata kepada kami Abdul ‘Aziz bin Muhammad dari Muhammad Bin Ajlan dari Qo’Qo’a bin Hakim dari Abu Sholeh dari Abu Huroiroh berkata: telah berkata Rosululloh SallAllahu ‘alaihi wasallam:Hanya saja saya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik”.[1]

Dari hadits tersebut memberikan pelajaran bagi kita bahwa di zaman sebelum Rosulullah SAW. diutus maka sudah dipraktekkan akhlak yang mulia tetapi belum sempurna. Maksud disempurnakan disini maknanya adalah tidakk berperilaku dengan akhlak yang tidak baik dan perbuatan yang bersifat jahiliyah dengan menggantikan dengan akhlak yang terpuji.

Ayat di atas merupakan pujian dari Allah SWT. kepada Nabi Muhammad SAW. Walaupun kita tidak seperti Rosulullah SAW. akan tetapi kita tetap berusaha untuk mengikuti jejak yang dibawa oleh Beliau. Akhlak yang paling tinggi derajatnya dalam Islam, Rosulullah SAW. bersabda:

حدثنا عبدان عن أبي حمزة عن الأعمش عن أبي وائل عن مسروق عن عبد الله بن عمرو رضي الله عنهما قال: لم يكن النبي صلى الله عليه وسلم فاحشا ولا متفحشا وكان يقول ( إن من خياركم أحسنكم أخلاقا(

“Telah berkata kepada kami ‘Abdan dari Abu Hamzah dari A’masy dari abu wa-il dari Masruq dari Abdulloh bin Umar RodiAllahu ‘anhu berkata : Nabi Muhammad SallAllahu ‘alaihi wasallam bukanlah orang yang memiliki perkataan dan perbuatan keji, dan Nabi Muhammad SallAllahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Sesungguhnya orang-orang pilihan diantara kalian adalah orang yang memilki akhlak yang baik”[2].

حدثنا حفص بن عمر حدثنا شعبة عن سليمان قال سمعت أبا وائل قال سمعت مسروقا قال قال عبد الله بن عمرو: إن رسول الله صلى الله عليه وسلم لم يكن فاحشا ولا متفحشا وقال ( إن من أحبكم إلي أحسنكم أخلاقا (

“Telah mengatakan kepada kami hafs bin Amr, telah berkata kepada kami Syu’bah dari Sulaiman berkata Sya telah mendengar Abu wa-il berkata: Saya telah mendengar Masruq berkata:Berkata Abdulloh Bin Umar berkata sesungguhnya Rosululloh salAllahu ‘alaihi wasallam bukan orang yang memiliki perbuatan dan perkataan yang keji dan berkata : Sesungguhnya orang diantara kalian yang paling cinta kepada saya adalah orang yang memiliki akhlak yang baik”.[3]

حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا عبد الرحمن قال ثنا حماد بن سلمة عن محمد بن زياد قال سمعت أبا هريرة يقول سمعت أبا القاسم صلى الله عليه وسلم يقول : خيركم اسلاما أحاسنكم أخلاقا إذا فقهوا

“Telah berkata kepada kami Abdulloh, telah berkata kepada saya Ayahku, telah berkata kepada kami Abdurrohman berkata: Telah berkata kepada kami Hamad Bin Salamah dari Muhammad Bin Ziyad berkata: Saya mendengar Abu Huroiroh berkata : Saya mendengar Abul Qosim SallAllahu ‘alaihi wasallam berkata:Orang yang paling baik islam diantara kalian adalah orang yang paling baik akhlaknya jika mereka mengetahuinya”.[4]

أخبرنا أبو يعلى قال : حدثنا قاسم بن أبي شيبة قال : حدثنا يعقوب بن إبراهيم بن سعد قال : حدثنا أبي عن يزيد بن عبد الله بن الهاد عن عمرو بن شعيب عن أبيه عن محمد بن عبد الله : عن عبد الله بن عمرو أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال في مجلس : ( ألا أخبركم بأحبكم إلي وأقربكم مني مجلسا يوم القيامة ؟ ) - ثلاث مرات يقولها - قلنا : بلى يا رسول الله قال : ( أحسنكم أخلاقا (

“Telah memberitakan kepada kami abu ya’la berkata : telah mengatakan kepada kami Qosim Bin Abi Syaibah berkata:Telah berkata kepada kami Ya’qub bin Ibrohim bin Sa’ad berkata: Telah berkata kepada kami ayahku dari Yazid bin Abdulloh Bin Had dari Umar bin Syu’aib dari ayahnya dari Muhammad bin Abdulloh:dari Abdulloh bin Umar bahwasanya Rosululloh SallAllahu ‘alaihi wasallam di dalam satu majelis: Maukah kalian saya beritahukan tentang orang-orang yang lebih mencintai saya dan orang-orang yang lebih dekat kepada saya tempat duduknya di hari kiamat ? ( tiga kali Rosul mengatakan demikian ), kami berkata : tentu wahai Rosululloh, kemudian Rosul menjawab : Orang yang paling baik akhlaknya diantara kalian”. [5]

Di dalam hadits yang lain, Rosul bersabda :

حدثنا أبو خيثمة ، حدثنا ابن إدريس ، حدثنا محمد بن عمرو ، عن أبي سلمة ، عن أبي هريرة ، قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « أفضل المؤمنين إيمانا أحسنهم خلقا ، وخياركم خياركم لنسائهم

“ Telah mengatakan kepada kami abu haitsamah, telah berkata kepada kami ibnu idris, telah berkata kepada kami Muhammad bin amru dari abi salamah dari abi huroiroh berkata :berkata Rosululloh sallAllahu ‘alaihi wasallam : orang beriman yang paling mulia adalah orang yag paling baik akhlaknya, dan orang yang pilihan diantara kalian orang pilihan diantara kalian bagi wanita-wanita mereka”[6]

Hadits ini menunjukkan bahwa keimanan memilki tanda dan keimanan seseorang yaitu tatkala seseorang memilki akhlak mulia yang direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari berupa kedermawanan, shodaqoh, keikhlasan dalam menasehati seseorang.

Di dalam hadits yang lain :

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ يَعْنِي الْإِسْكَنْدَرَانِيَّ عَنْ عَمْرٍو عَنْ الْمُطَّلِبِ عَنْ عَائِشَةَ رَحِمَهَا اللَّهُ قَالَتْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَةَ الصَّائِمِ الْقَائِمِ

“Telah berkata kepada kami Qutaibah bin Said, telah mengatakan kepada kami ya’qub yaitu iskandaroniyi dari ‘amr dari muthollib dari ‘Aisyah RodiAllahu ‘anha berkata :saya telah mendengar dari Rosul SallAllahu ‘alaihi wasallam berkata: Sesunguhnya orang beriman akan mencapai derajat orang yang berpuasa dan orang sering melakukan sholat malam dengan baiknya akhlak”.[7]

Dalam hadits yang lain rosul SAW bersabda :

حدثنا إبراهيم بن الحجاج السامي ، حدثنا بشار بن الحكم ، حدثنا ثابت البناني ، عن أنس ، قال : لقي رسول الله صلى الله عليه وسلم أبا ذر فقال : « يا أبا ذر ، ألا أدلك على خصلتين (1) هما أخف على الظهر وأثقل في الميزان من غيرها ؟ » . قال : بلى يا رسول الله . قال : « عليك بحسن الخلق وطول الصمت ، فوالذي نفسي بيده ، ما تجمل الخلائق بمثلهما »

“Telah berkata kepada kami Ibrohim bin Hajjaj As-Syam, telah berkata kepada kami basyar bin Hakim, telah berkata kepada kami tsabit al-banani, dari Anas berkata : Rosululloh berjumpa dengan abu dzar berkata : wahai abu dzar, maukah engkah saya ajarkan dua sikap yang lebih ringan di punggung dan lebih berat di timbangan nanti dari selainnya : berkata abu dzar : tentu wahai rosul, Rosul berkata : wajib atas kamu berakhlak baik dan banyak diam, demi yang diriku berada ditangannya, betapa indahnya akhlak seperti itu”.[8]

BAB II

PEMBAGIAN AKHLAK BAIK

Akhlak terbagi dua macam:

  1. Akhlak kepada Allah SWT adalah suatu akhlak yang paling mulia seperti bertauhid kepada Allah dan meniggalkan kesyirikan, senantiasa menyandarkan hanya kepada Allah di dalam berbagai aspek kehidupan. Dan ini merupakan akhlak yang paling asas sebelum berakhlak kepada makhluk.Betapa banyak orang yang memiliki akhlak kepada manusia, akan tetapi akhlak kepada Allah sangat rusak seperti menyembah kuburan-kuburan. Oleh karena itu, kelompok jahmiyah dan qodariyah memilki perilaku yang buruk kepada Allah dengan mengingkari sifat-sifat Allah SWT.Bahkan seluruh rosul mengajak kepada kaumnya untuk berakhlak yang baik kepada Allah SWT,

Allah SWT berfirman :

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”.( QS. An-Nahl:36 )

Dan Allah SWT membenci akhlak yang tidak baik kepada-NYA( berbuat syirik ), sebagaimana firman Allah SWT :

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya”.( QS. An-Nisa’:115)

Dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman :

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (QS. An-Nisa’: 48 )

Dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman :

وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُهِينٌ

“Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan”.( QS. An-Nisa’ : 14 )

Di dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman :

وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا

“Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata”.( QS. Al-Ahzab : 36 )

Di dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman :

وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَإِنَّ لَهُ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا

“Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya baginyalah neraka Jahanam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya”.( QS. Al-Jin : 23 )

  1. Akhlak kepada makhluk diantaranya akhlak kepada Rosulullah SAW, akhlak kepada para sahabat Ridhwanullahi ajma’in, akhlak kepada para ulama dan para umaro ( pemimpin ), akhlak kepada orang tua, akhlak kepada tetangga, akhlak kepada sesama muslim, dan khususnya akhlak kepada diri kita sendiri.

· Akhlak kepada Rosul yaitu dengan cara mencintai kepada Rosul.

Diantara akhlak kepada Rosul adalah mengikuti sunnah–sunnah Nabi Muhammad dan meninggalkan bid’ah-bid’ahnya karena bid’ah itu adalah salah satu bentuk akhlak yang jelek kepada rosul.

Allah SWT berfirman :

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

“Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali”.( QS. An-Nisa’: 115 )

Dalam ayat yang lain, Allah SWT berfirman :

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.( QS. Al-Ahzab : 36 )

· Akhlak kepada para sahabat Nabi

Sahabat nabi adalah orang –orang beriman dan bertemu dengan Rosululloh dan meninggal dunia dalam keadaan Islam.Hendaklah seorang muslim tidaklah mencela para sahabat Nabi Muhammad RodiAllahu ‘anhum ajma’in karena mereka telah dipuji oleh Allah dan dijamin dengan syurga.

Allah SWT berfirman :

وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar”. ( QS. At-Taubah : 100 )

Di dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman :

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

“Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin ( para sahabat nabi), Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali”.( QS. An-Nisa’: 115 )

Sebagaimana dalam hadits Rosululloh SAW :

حدثنا واصل بن عبد الأعلى حدثنا محمد بن الفضيل عن الأعمش عن علي بن مدرك عن هلال بن يساف عن عمران بن حصين قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول خير الناس قرني ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم

“Telah berkata kepada kami washil bin abdul a’la, elah berkata kepada kami Muhammad bin fudhoil dari A’masy dari Ali bin Madrak dari Hilal bin Yasaf dari Imron Bin Hushoin : saya mendengar Rosululloh berkata : sebaik-baik manusia adalah dizamanku, kemudian generasi setelahnya ( tabi’in ), kemudian generasi setelahnya ( tabi’ut tabi’in )”.[9]

· Akhlak kepada para ulama

Ulama adalah orang-orang yang membawa warisan para nabi, oleh sebab itu kita jangan sekali-kali mencela para ulama, karena para ulama itu adalah orang yang paling takut kepada Allah,

Allah SWT berfirman :

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha Pengampun”.( QS. Fathir : 28 )

Dari ayat diatas menunjukkan kepada kita bahwa orang yang takut kepada Allah adalah para ulama.Apabila ada orang yang mengaku dirinya sebagai ulama kemudian dia melakukan hal-hal yang melanggar syari’at Islam maka dia tidak dinamakan ulama.Ayat ini juga membantah orang-orang yang meremehkan para ulama bahkan mengkafirkan para ulama, karena para ulama itu berbuat sesuai dengan ilmu yang dia miliki,tidak seperti orang-orang yang tidak punya kemapanan ilmu-ilmu Islam kemudian berdakwah sehingga mendapatkan banyak kerusakan disbanding kebaikannya, Allahul musta’an.

Dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda :

وإن العلماء ورثة الأنبياء وإن الأنبياء لم يورثوا دينارا ولا درهما ورثوا العلم فمن أخذه أخذ بحظ وافر

“Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi, sesungguhnya para nabi tidak mewarisi dinar dan dirham akan tetapi pewaris ilmu, maka barangsiapa yang mengambil ilmu, maka sungguh dia mengambil bagian yang besar”.[10]

Bahkan sebab kebaikan ummat itu adalah adanya para ulama,

Sebagaimana hadits Rosulullah SAW :

حدثنا إسماعيل بن أويس قال حدثني مالك عن هشام بن عروة عن أبيه عن عبد الله بن عمرو بن العاص قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول ( إن الله لا يقبض العلم انتزاعا ينتزعه من العباد ولكن يقبض العلم بقبض العلماء حتى إذا لم يبق عالما اتخذ الناس رؤوسا جهالا فسئلوا فأفتوا بغير علم فضلوا وأضلوا (

“Telah mengatakan kepada kami Ismail bin Uwais berkata, telah mngatakan kepada saya Malik dari Hisyam bin urwah dari ayahnya dari Abdulloh Bin Amr Bin ‘Ash berkata : saya mendengar Rosul berkata :Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dari( hati-hati ) hamba akan tetapi dicabutnya ilmu dengan diwafatkan para ulama, sampai tidak ada lagi orang yang berilmu, sehingga manusia mennjadikan pemimpin-pemimpin orang bodoh, kemudian manusia-manusia tersebut bertanya kepada pemimpin-pemimpin itu dan mereka berfatwa tanpa ilmu, sehingga mereka sesat dan menyesatkan”.[11]

Dari hadits kita mendapatkan gambaran besar, betapa pentingnya para ulama dihadapan kita, karena dengan ulama, manusia itu mendapatkan hidayah begitupun sebaliknya tanpa para ulama, kita seperti anak ayam yang kehilangan induknya, tidak ada tempat bertanya lagi yang akan mengakibatkan kita akan sesat dan akan menyesatkan ummat apabila kita berfatwa tanpa ilmu.

· Akhlak kepada orang tua

Orang tua adalah orang-orang yang lebih berhaq untuk kita tunaikan haqnya setelah Allah SWT dan Rosululloh SAW.

Sebagaimana Firman Allah SWT :

وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا مِنْكُمْ وَأَنْتُمْ مُعْرِضُونَ

“Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israel (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling”.( QS. Al-Baqarah :83 )

Dalam ayat yang lain Allah SWT berfiman :

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”.( QS.An-Nisa’:36 )

Dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman :

قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ مِنْ إِمْلَاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

“Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami (nya)”.( QS. Al-An’am : 151 )

Di dalam ayat yang lain, Allah SWT berfirman :

وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”.( QS.Al-Isra’ : 23 )

Marilah kita mencermati ayat-ayat di atas, alangkah indahnya orang yang berbakti kepada kedua orang tua. Oleh karena itu merupakan wasiat-wasiat Allah SWT dalam Al-qur’an karim tentang pentingnya berbakti kepada kedua orang tua.Bahkan berbakti kepada kedua orang tua merupakan jihad kepada Allah SWT.Sebagaimana dalam hadits Rosul :
حدثنا آدم حدثنا شعبة حدثنا حبيب بن أبي ثابت قال سمعت أبا العباس الشاعر وكان لا يتهم في حديثه قال سمعت عبد الله بن عمرو رضي الله عنهما يقول : جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه وسلم فاستأذنه في الجهاد فقال ( أحي والداك ) . قال نعم قال ( ففيهما فجاهد )

“Telah berkata kepada kami Adam, telah berkata kami Syu’bah, telah berkata kepada kami Hubaib Bin Abi Tsabit berkata, saya telah mendengar Abul ‘Abbas ( seorang penyair) dan dia tidak tertuduh di dalam haditsnya, berkata saya telah mendengar Abdulloh Bin Umar RodiAllahu ‘anhuma berkata:seseorang mendatangi kepada Rosululloh SallAllahu ‘alaihi wasallam dan meminta idzin kepadanya untuk berjihad, kemudian rosul bertanya: apakah orang tuamu masih hidup?dia berkata: ya, kemudian rosul menjawab: maka kepada mereka( berbakti kepada orang tua) adalah berjihad”.[12]

Maka beruntunglah orang-orang yang masih memiliki kedua orang tua karena dengan berbakti kepada mereka, kita akan mendapatkan pahala sebagaimana pahala berjihad.

· Akhlak kepada tetangga

Tetangga merupakan orang yang rumahnya dekat dengan kita maka wajib atas setiap muslim untuk memuliakan tetangganya, bahkan itu merupakan salah satu bukti adanya keimanan kepada seseorang, sebagaimana Hadits Rosul SAW:

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ عَنْ أَبِي حَصِينٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت

“Telah berkata kepada kami Qutaibah bin Sa’id, telah berkata kepada kami Abul Ahwash dari Abi Hushoin dari Abi Sholeh dari Abu Huroiroh berkata: berkata Rosululloh SallAllahu ‘alaihi wasallam: Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir maka dia tidak mengganggu tetangganya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir adalah memuliakan tamunya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata yang baik atau diam”.[13]

Dalam hadits yang lain Rosululloh SAW bersabda :

حَدَّثَنِي حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى أَنْبَأَنَا ابْنُ وَهْبٍ قَالَ أَخْبَرَنِي يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ

“Telah berkata kepada kami Harmalah bin Yahya, telah memberitakan kepada kami Ibnu wahab berkata:telah memberitakan kepada kami Yunus dari Ibnu Syihab dari Abu salamah bin abdurrohman dari Abu Huroiroh dari Rosululloh SallAllahu ‘alaihi wasallam berkata, barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari akhir hendaklah dia berkata yang baik atau diam, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tetangganya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya”.[14]

· Akhlak kepada sesama muslim

Akhlak yang mulia merupakan sarana yang paling agung dalam berdakwah di jalan Allah.Dakwah Rosulullah diterima oleh orang-orang quraisy karena akhlak beliau.Apabila seorang da’i tidak memiliki akhlak yang baik maka ini akan menjadi sebab dakwah yang benar ditolak oleh kaum muslimin.Seperti sikapnya nabi musa kepada Fir’aun dan itu telah diperintahkan oleh Allah SWT untuk berkata dengan perkataan yang baik, Allah SWT berfirman :

فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى

“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia( fir’aun ) ingat atau takut"( QS. Thaaha : 44 )

Perhatikanlah ayat ini wahai para pendakwah!

Karena ayat ini mengandung makna dan pelajaran yang sangat besar:

v Berdakwah itu dengan kalimat yang lembut ( bukan kalimat yang kasar ) sehingga orang-orang yang didakwahi itu tidak menjauhi dari kebenaran disebabkan kalimat yang kasar,

v Tujuan dakwah adalah bukannya ingin dianggap oleh orang lain bahwa kita adalah orang yang alim ( pandai mempermainkan lisan ) tetapi tujuan dakwah adalah agar orang itu ingat kepada Allah SWT yang menyebabkan juga orang itu takut kepada Allah SWT.

Di dalam ayat yang lain, Allah SWT berfirman :

فَقُلْ هَلْ لَكَ إِلَى أَنْ تَزَكَّى

“Dan katakanlah (kepada Firaun): "Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan)" ( QS. An-Nazi’at : 18 )

Dari ayat ini juga, kita akan mendapatkan pelajaran besar bagi kita semua bahwa Allah SWT memerintahkan kepada Nabi Musa agar mengatakan dengan cara mengajak dan memberikan berita gembira ( membersihkan diri ).

Di dalam ayat yang lain, Allah SWT berfirman:

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasehat yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang paling baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. ( QS. An-Nahl : 125 )

Di dalam ayat di atas terkandung beberapa pelajaran yang besar bagi kita :

Asal dari dakwah adalah dengan cara yang paling baik dan tepat, terkadang tegas dan terkadang lemah lembut tergantung Situasi dan kondisi yang tepat atas tindakan yang akan dilakukan nanti,dan dinamakan hikmah adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya, sebagaimana dijelaskan oleh ibnu qoyyim al-Jauziyah :

فالحكمة إذا فعل ما ينبغي على الوجه الذي ينبغي في الوقت الذي ينبغي

“Hikmah adalah sesuatu pekerjaan( tindakan ) yang pantas, pada kondisi yang pantas, dan pada waktu yang pantas”.[15]

o Allah memerintahkan kepada nabi Muhammad SAW tentang metode berdakwah atau tingkatan berdakwah yaitu dengan menempuh cara hikmah, apabila tidak berhasil maka menempuh dengan cara nasehat yang baik, dan apabila tidak berhasil maka menempuh dengan cara membantahlah atau berdebat dengan yang paling baik.

Dan apabila kita bersikap keras kepada orang yang mau kita dakwahi maka orang-orang yang kita dakwahi tersebut akan meninggalkan kita.

Allah SWT berfirman :

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya”. ( QS. Ali-‘Imron : 159 )

Bahkan kita memilki qudwah ( panutan ) yang lebih pantas untuk diikuti sebagai dai kaum muslimin zaman dahulu sampai zaman sekarang, bahkan Allah SWT telah memuji beliau.

Allah SWT berfirman :

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu,sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin”. (QS.At-Taubah :128)

Telah nampak kepada kita bahwa nabi Muhammad SAW menyampaikan dakwah agar ummatnya mendapatkan hidayah, bukan untuk menjatuhkan seseorang dalam dakwah. Perhatikan alangkah semangatnya Nabi Muhammad SAW dalam berdakwah ke jalan Allah SWT.Bahkan Rosululloh mendoakan kepada seorang yang berbuat kelembutan :

حَدَّثَنَا وَكِيعٌ قَالَ حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ بُرْقَانَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ الْبَهِيِّ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ مَنْ رَفَقَ بِأُمَّتِي فَارْفُقْ بِهِ وَمَنْ شَقَّ عَلَيْهِمْ فَشُقَّ عَلَيْهِ

“Telah berkata kepada kami Waqi’ berkata, telah berkata kepada kami Ja’far Bin Burqon dari Abdulloh Al-Bahiyyi, dari Aisyah berkata, berkata Rosululloh Sallallohu ‘alaihi wasallam: Ya Allah, Barangsiapa yang bersikap lemah lembut kepada ummatku maka lembutilah kepadanya dan barangsiapa yang menyusahkan kepada ummatku maka berikanlah kesusahan kepadanya”.[16]

Dalam jalan yang lain, Rosululloh SAW bersabda :

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رَبِيعَةَ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ بُرْقَانَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ الْمَدِينِيِّ وَغَيْرِهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ ارْفُقْ بِمَنْ رَفَقَ بِأُمَّتِي وَشُقَّ عَلَى مَنْ شَقَّ عَلَيْهَا

“ Telah berkata kepada kami Muhammad bin Robi’ah dari Ja’far Bin Burqon dari Abdulloh Al-madiniy dan selainnya dari Aisyah berkata, berkata Rosululloh Sallallohu ‘alaihi wasallam: Ya Allah, bersikap lembutlah kepada orang yang bersikap lembut kepada ummatku, dan berikanlah kepada mereka kesusahan kepada orang-orang yang memberikan kekusahan kepada ummatku”.[17]

Sebab kebaikan sesuatu adalah kelembutan, sebagaimana hadits Rosululloh SAW :

حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ الْعَنْبَرِيُّ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ الْمِقْدَامِ وَهُوَ ابْنُ شُرَيْحِ بْنِ هَانِئٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الرِّفْقَ لَا يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ وَلَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ

“Telah berkata kepada kami Ubaidulloh bin mu’adz Al-‘Anbari, telah berkata kepada kami ayahku, telah berkata kepada kami Syu’bah dari Miqdam yaitu Ibnu Syuraih bin Hani’ dari ayahnya dari Aisyah istri nabi Muhammad Sallallohu ‘alaihi wasallam dari Nabi Sallallohu ‘alaihi wasallam berkata: sesungguhnya kelembutan terletak pada sesuatu kecuali akan mengiasinya, dan tidaklah kelembutan tersebut dicabut dari sesuatu kecuali membuat jelek” [18]

Bahkan tanda kebaikan seseorang adalah tatkala orang tersebut bersikap lemah lembut, Rosululloh SAW bersabda :

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَأَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ وَمُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ قَالُوا حَدَّثَنَا وَكِيعٌ ح و حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ ح و حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ حَدَّثَنَا حَفْصٌ يَعْنِي ابْنَ غِيَاثٍ كُلُّهُمْ عَنْ الْأَعْمَشِ و حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَاللَّفْظُ لَهُمَا قَالَ زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا و قَالَ إِسْحَقُ أَخْبَرَنَا جَرِيرٌ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ تَمِيمِ بْنِ سَلَمَةَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ هِلَالٍ الْعَبْسِيِّ قَالَ سَمِعْتُ جَرِيرًا يَقُولُا سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ يُحْرَمْ الرِّفْقَ يُحْرَمْ الْخَيْرَ

“Telah berkata kepada kami Abu Bakar Bin Abi Syaibah dan abu said Al-Asyaj dan Muhammad bin Abdulloh Numair berkata: berkata Waq’ dan berkata kepada kami Kuraib, telah berkata kepada kami Abu Mu’awiyah dan telah berkata kepada kami Abu Said Al-Asaj, telah berkata kepada kami Hafsh adalah ibnu Ghiyats semuanya dari A’masy dari Tamim Bin salamah dari Abdurrohman bin Hilal Al-Absiyyu berkata, saya telah berkata dua jarir berkata: saya mendengar Rosululloh Sallallohu ‘alaihi wasallam berkata barangsiapa yang diharamkan kelembutan, diharamkan kepadanya kebaikan”. [19]

Orang-orang Persia masuk ke dalam Islam karena mengetahui akhlak Rosul dan para sahabatnya.Lihatlah akhlaknya rosul kepada orang arab badui yang buang air kecil di mesjid, Rosul tidak menghardiknya sehingga orang badui tersebut menerima dakwahnya.Mari kita melihat dakwahnya Abdulloh ibnul mubarok yang terkenal dengan kemuliaannya. Beliau adalah salah seorang yang memiliki tetangga dari kalangan orang kafir tapi karena akhlaknya yang baik sehingga orang kafir itu tertarik dengan agama Islam disebabkan akhlak dari Abdulloh Ibnul Mubarok.Pernah ada salah seorang imam yang menyelisihi dakwah ahlussunnah wal jama’ah. Dan orang ini sudah diketahui oleh Syaikh Abdul Aziz Bin Baz tentang penyimpangannya. Suatu ketika orang ini berkunjung kepada syaikh Abdul Aziz bin Baz.Syaikh Abdul Aziz Bin Baz menerimanya dengan baik serta melayaninya dengan baik disertai nasehat yang baik, dan tatkala mau kembali ke rumahnya syaikh Abdul Aziz Bin Baz mengantarnya sampai ke mobil. Tanggapan dari Imam tersebut : Syaikh Abdul Aziz adalah seorang wali Allah. Lihat pengaruhnya dari akhlaknya syaikh Bin Baz adalah orang tersebut meninggalkan pemikirannya yang menyimpang.

Kebenaran adalah sesuatu yang berat untuk diterima, maka jangan kita tambahkan lagi dengan perilaku yang tidak baik.Apabila kebenaran itu ditambahkan dengan akhlak yang baik maka akan terasa ringan diterima oleh kalangan manusia.Betapa banyak contoh-contohnya tadi sebagai pelajaran bagi kita semua khususnya para da’i dan muballigh agar diterima dakwahnya dikalangan masyarakat.

BAB III

CARA MENDAPATKAN AKHLAK YANG MULIA

Sebenarnya sangat banyak cara yang ditempuh agar mendapatkan akhlaq yang baik, akan tetapi kami menyebutkan beberapa cara mendapatkan akhlak yang mulia secara umum sebagai berikut :

Ø Banyak berdoa kepada Allah SWT agar diberikan akhlak yang mulia

Rosululloh SallAllahu ‘alaihi wasallam telah mengajarkan kepada kita doa agar kita dijauhkan dari Akhlak yang tidak baik.

Sebagaimana dalam hadits Rosul SAW:

حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ وَكِيعٍ حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ بَشِيرٍ وَأَبُو أُسَامَةَ عَنْ مِسْعَرٍ عَنْ زِيَادِ بْنِ عِلَاقَةَ عَنْ عَمِّهِ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ الْأَخْلَاقِ وَالْأَعْمَالِ وَالْأَهْوَاء

“Telah berkata kepada kami Sufyan Bin Waqi’, telah berkata kepada kami ahmad bin Basyir dan abu usamah dari mis’ar dari ziyad bin ‘ilaqoh dari pamannya berkata: Nabi berkata: Ya Allah, Aku berlindung kepadamu dari jeleknya akhlak dan pekerjaan dan hawa nafsu”.[20]

Ø Mengembalikan kepada Al-Qur’an dan Sunnah dan melihat kepada nash-nash yang menunjukkan pujian kepada akhlak yang mulia.Tatkala Allah SWT memuji orang yang bertaubat maka sebagai seorang muslim bersegera untuk bertaubat kepada Allah SWT .

Ø Berteman dengan orang yang dikenal dengan akhlak yang baik

Ini merupakan sikap seorang muslim agar agamanya dan dunianya terjaga dari hal-hal yang menjerumuskan kedalam hal-hal yang menyebabkan diri kita masuk ke dalam neraka, Allah SWT berfirman :

وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ

“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolong pun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan” ( QS. Hud : 113 )

Bahkan Allah SWT memerintahkan agar kita dapat mengambil teman yang baik.

Allah SWT berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang jujur”. ( QS. At-Taubah : 113 )

Bahkan rosul memberikan analogi ( permisalan )agar kita mampu menilai alangkah buruknya orang yang berteman dengan orang yang jelek,

Dalam hadits Rosululloh SAW :

حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَن بُرَيْدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى رِوَايَةً قَالَ الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا وَمَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ مَثَلُ الْعَطَّارِ إِنْ لَمْ يُحْذِكَ مِنْ عِطْرِهِ عَلَقَكَ مِنْ رِيحِهِ وَمَثَلُ الْجَلِيسِ السُّوءِ مَثَلُ الْكِيرِ إِنْ لَمْ يُحْرِقْكَ نَالَكَ مِنْ شَرَرِهِ

“Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Buraid Bin Abdulloh bin Abi Burdah dari Abi Burdah dari abi musa( satu riwayat )beliau berkata mu’min dengan mu’min yang lain seperti bangunan, saling memperkuat sebagiannnya dengan sebagian yang lain, dan perumpamaan duduk ( berteman ) dengan orang sholeh seperti penjual wangi-wangian, jika tidak terkena/memakai minyaknya, engkau akan mendapatkan baunya, dan perumpamaan duduk ( berteman )seperti tukang besi, jika tidak membakar pakaianmu,engkau akan mendapatkan keburukannya ( kotorannnya ).[21]

Dalam jalan yang lain, Rosululloh SAW bersabda :

حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ بْنُ زِيَادٍ حَدَّثَنَا عَاصِمٌ الْأَحْوَلُ عَن أَبِي كَبْشَةَ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا مُوسَى يَقُولُ عَلَى الْمِنْبَرِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ كَمَثَلِ الْعَطَّارِ إِنْ لَا يُحْذِيكَ يَعْبَقُ بِكَ مِنْ رِيحِهِ وَمَثَلُ الْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْكِيرِ

“Telah berkata kepada kami ‘Affan, telah berkata kepada kami Abdul wahid bin ziyad, telah berkata kepada kami ‘Ashim Al-Ahwal, dari Abi Kabsyah berkata, saya mendengar Abu musa berkata di atas mimbar, rosululloh Sallallohu ‘alaihi wasallam berkata: perumpamaan duduk dengan penjual minyak, jika tidak kamu terkena minyak, engkau akan mendapatkan baunya harum, dan perumpamaan duduk dengan orang jelek seperti tukang besi”.[22]

Ø Mencermati tentang bahaya dari sebab perilaku buruk.Misalnya ada seseorang yang dikucilkan oleh temannya disebabkan karena perilaku yang tidak baik.

Ø Senantiasa tergambarnya akhlak Rosululloh SAW.Lihat orang yang mengejar Rosulullah SAW ketika hijrah kemudian Rosulullah SAW mema’afkannya maka akibatnya orang tersebut, memeluk agama Islam. Sebagian orang Thoif yang melempari kepada Rosulullah SAW padahal ketika itu malaikat jibril mau menimpakan kepada mereka gunung uhud, tapi Rosulullah SAW mema’afkannya, sehingga datang kepada Rosulullah SAW dari kalangan orang Thoif yang masuk agama Islam.

Ø Mengetahui sejarah-sejarah salaful ummah ( orang –orang yang mulia dari agama Islam).

Ada suatu kisah yang bisa kita ambil pelajaran :

ü imam Syafi’i adalah salah seorang guru dari imam ahmad Rohimahulloh ta’ala. Suatu ketika telah terjadi perselisihan dikalangan mereka yang sangat besar dari perkara-perkara ijtihadiyah.Contohnya: imam Ahmad berpendapat bahwa orang yang meninggalkan sholat adalah kafir, sedangkan menurut imam syafi’i termasuk dosa besar ( tidak termasuk kafir ).Lihat diantara mereka tidak terjadi saling mengkafirkan, padahal mereka terjadi perbedaan pendapat. Bahkan imam Syafi’i dihormati bahkan dilayani dengan baik, begitupun sebaliknya.

ü Telah terjadi perselisihan antara Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany dan Syaikh Hamud At-Tuwaijiri dalam masalah hukum niqob ( menutup wajah ),menurut Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany adalah sunnah dan menurut Syaikh Hamud At-Tuwaijiri adalah wajib.Bahkan diantara mereka terjadi saling membantah dengan menyusun kitab-kitab.Akan tetapi kita lihat ketika Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany di undang walimah ( pernikahan ) anaknya, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany menjawab undangannya dan dijamu serta disanjung oleh Syaikh Hamud At-Tuwaijiri.

Ø Menjaga Lisan

Jika seandainya membicarakan tentang orang lain yang membuat orang lari dari kebenaran, maka hendaknya diam dari membicarakannya supaya kita bukan menjadi sebab orang jauh dari kebenaran.

Sebagaimana dalam hadits Rosululloh SAW :

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي بَكْرٍ الْمُقَدَّمِيُّ حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ عَلِيٍّ سَمِعَ أَبَا حَازِمٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ يَضْمَنْ لِي مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ

“ Telah mengatakan kepada kami Muhammad Bin Abi Bakar Al-Muqoddimiyyu, telah mengatakan kepada kami Umar Bin Ali mendengar dari kepada Abu Hazim dari Sahl bin Sa’di dari Rosululloh Sallallahu ‘alaihi wasallam berkata : Barangsiapa yang menjaga untuk saya diantara jenggotnya ( lisannya ) dan diantara kakinya( kemaluannya ),aku akan memberikan kepadanya syurga”.[23]

Ø Menjauhi hal-hal yang tidak bermanfaat

Menjauhi hal-hal yang tidak bermanfaat merupakan tanda-tanda orang yang beriman.

Allah SWT berfirman :

وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ

“Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna” .( QS. Mu’minun :3 )

Dalam ayat yang lain, Alloh SWT menjelaskan tentang tanda – tanda orang beriman :

وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا

“Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata salam ( berpaling )”. ( QS. Al-furqon : 63 )

Dan menjadi tanda baiknya islam seseorang adalah dia meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat.

Rosululloh SAW bersabda :

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ نَصْرٍ النَّيْسَابُورِيُّ وَغَيْرُ وَاحِدٍ قَالُوا حَدَّثَنَا أَبُو مُسْهِرٍ عَنْ إِسْمَعِيلَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَمَاعَةَ عَنْ الْأَوْزَاعِيِّ عَنْ قُرَّةَ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ

“Telah berkata kepada kami ahmad bin nashr An-Nasaiburi dan selainnya berkata, telah berkata kepada kami abu Masyhur dari Isma’il bin Abdulloh bin Sima’ah dari Auza’i dari Qurroh dari Az-Zuhri dari Salamah dari Abu Huroiroh berkata: berkata Rosululloh Sallallohu ‘alaihi wasallam: diantara baiknya keislaman seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermafaat”.[24]

Dalam jalan yang lain, Rosul SAW bersabda :

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عَلِيِّ بْنِ حُسَيْنٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكَهُ مَا لَا يَعْنِيهِ

“Telah berkata kepada kami Qutaibah, telah berkata kepada kami Malik bin Anas dari Az-Zuhri dari Ali Bin Husain berkata, berkata Rosulloh Sallallohu ‘alaihi wasallam: sesungguhnya dari tanda baiknya keislaman seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat”.[25]

Dalam riwayat yang lain, Rosululloh SAW bersabda :

حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ شُعَيْبِ بْنِ شَابُورَ حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ عَنْ قُرَّةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ حَيْوَئِيلَ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ

“ Telah berkata kepada kami Hisyam bin Ammar, telah berkata kepada kami Muhammad Bin Syu’aib Bin Syabur, telah berkata kepada kami Al-Auza’i dari Qurroh bin Abdurrohman bin Haiwail dari Az-Zuhri dari Abu Salamah dari Abu Huroiroh berkata, berkata Rosululloh Sallallohu ‘alaihi wasallam: diantara baiknya islam seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat”.[26]

Dalam riwayat yang lain, Rosululloh SAW bersabda :

حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ وَيَعْلَي قَالَا حَدَّثَنَا حَجَّاحٌ يَعْنِي ابْنَ دِينَارٍ الْوَاسِطِيَّ عَنْ شُعَيْبِ بْنِ خَالِدٍ عَنْ حُسَيْنِ بْنِ عَلِيٍّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ قِلَّةَ الْكَلَامِ فِيمَا لَا يَعْنِيهِ

“ Telah berkata kepada kami Ibnu Numair dan Ya’la berkata telah berkata kepada kami Hajjah yaitu ibnu dinar Al-wasithiyya dari Syu’aib Bin Kholid dari Husain Bin Ali berkata: berkata Rosululloh Sallallohu ‘alaihi wasallam, sesungguhnya diantara tanda kebaikan islam adalah sedikit berbicara dalam hal-hal yang tidak bermanfaat”.[27]

Dalam jalan yang lain, Rosulloh SAW bersabda :

حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ دَاوُدَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عَلِيِّ بْنِ حُسَيْنٍ عَنْ أَبِيهِ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ

“ Telah berkata kepada kami Musa Bin Dawud, telah berkata kepada kami Abdulloh Bin Amar telah berkata kepada kami Ibnu Syihab dari Ali Bin Husain dari ayahnya Rodiallohu ‘anhu berkata, berkata Rosululloh Sallallohu ‘alaihi wasallam diantara baiknya islam seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat”.[28]

Demikianlah cara –cara mendapatkan akhlaq yang mulia yang diajarkan oleh Al-Qur’an dan Sunnah. Karena tidaklah kita ingin mendapatkan kebaikan kecuali mengikuti yang telah dituntunkan oleh Rosululloh.



[1] HR. Ahmad No.8939

[2] HR. Bukhori No. 3366

[3] HR. Bukhori No. 3549

[4] HR. Ahmad No.1068

[5] HR. Ibnu Hibban No. 485

[6] kitab musnad abu ya’la al-mushiliy Hadits No. 5793

[7] HR. Abu Dawud No. 4165

[8] Kitab Musnad Abu ya’la Al-mushily Hadits No. 3210

[9] HR. Tirmidzi No. 2221

[10] HR. Tirmidzi:2682, HR. Abu Daud:3641

[11] HR. Bukhori :100

[12] HR. Bukhori : 2842

[13] HR. Bukhori : 5559

[14] HR.Muslim: 67

[15] ( Madarijussalikin 2 / 479 )

[16] HR. Ahmad : 23.201

[17] HR. Ahmad : 25.037

[18] HR. Muslim : 4698

[19] HR. Muslim:4695

[20] HR. Tirmidzi: 3515

[21] HR. Ahmad : 18.798

[22] HR. Ahmad : 18.829

[23] HR.Bukhori :5993

[24] HR.Tirmidzi : 2240

[25] HR. Tirmidzi : 2240

[26] HR. Ibnu Majah : 3966

[27] HR. Ahmad : 1642

[28] HR. Ahmad :1646